BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dasar pemikiran diselenggarakannya bimbingan
dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau
tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas,
namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik
yang selanjutnya disebut konseling, agar mampu mengembangkan potensi diri atau
mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Konseling
sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau
menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian.
Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka
masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya,
juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat
suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung
secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan
itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi,
harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Dalam perkembangan
konseling tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun
sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang
terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga
masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar
jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku
konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah
pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga
mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya:
pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan
tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran
fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris
ke industri.
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat,
seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat
kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak
terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral
orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli
(terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral
(akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah,
tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy,
putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex). Penampilan
perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai
dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki
pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5)
memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan
tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat
satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara
bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak
diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan
memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar
kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan
konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang
perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah
yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu
bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan
bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang
administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan
konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek
akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek
kepribadian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka masalah dapat
dirumuskan masalah sebagai
berikut:
a)
Apa
Pengertian Bimbingan dan Konseling bagi madrasah ?
b)
Apa ruang lingkup yang terdapat dalam bimbingan dan
konseling bagi madrasah ?
c)
Apa tujuan Bimbingan dan Konseling bagi madrasah ?
d)
Apa manfaat Bimbingan dan Konseling bagi madrasah ?
e)
Apa Urgensi Bimbingan dan Konseliung bagi madrasah ?
1.3 Tujuan
Berlandaskan pada rumusan masalah tersebut di
atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini adalah mampu menambah
wawasan mahasiswa mengenai pengertian, ruang lingkup, tujuan, manfaat, dan
urgensi bimbingan dan konseling bagi Madrasah.
1.4 Manfaat
Sebagai wacana dalam rangka memperkaya hazanah ilmu pengetahuan
dalam mata kuliah
Bimbingan dan Konseling
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bimbingan dan
Konseling
Bimbingan
dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan
merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna.
Sertzer & Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang
mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan,
mengatur, atau mengemudikan).
Prayitno dan Erman Amti (2004:99)
mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik
anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan
sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara, Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan:
- suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri.
- suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya.
- sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana mereka hidup.
- suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan.
Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15)
berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan
untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan
dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan
masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta
didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan
masa depan”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat
dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu
dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya
sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai
dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan
konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:105) adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut
konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien)
yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu,
Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling
pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka
dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap
berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan
pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha
membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah
khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
2.2 Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
Ruang Lingkup berarti persekitaran, sekitar yang ada
dalam lingkungan.
v
Ruang Lingkup dari segi Pelayanan:
1) Pelayanan Bimbingan Konseling di Sekolah;
i. Keterkaitan
antara bidang pelayanan bimbingan konseling dan bidang-bidang lain.
Terdapat tiga bidang pelayanan pendidikan yaitu;
Ø
Bidang kurikulum dan pengajaran meliputi semua bentuk pengembangan dan
kurikulum dan pelaksanaan pengajaran yaitu keterampilan, sikap dan kemampuan
berkomunikasi peserta didik.
Ø
Bidang administrasi dan kepimpinan, yaitu bentuk-bentuk kegiatan
perencanaan, pembiayaan, prasaraan dan saran fisik, dan pengawasan.
Ø
Bidang kesiswaan, yaitu bidang yang meliputi berbagai fungsi dan kegiatan
yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual.
ii. Tanggung
Jawab Konselor Sekolah
Dalam
melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab, konselor menjadi ‘pelayan’ bagi
pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh.
2) Pelayanan Bimbingan Dan Konseling di Luar Sekolah
i. Bimbingan
dan Konseling Keluarga
Mutu kehidupan
di dalam masyarakat sebagian besar ditentukan oleh mutu keluarga. Pelayanan
Bimbingan Konseling keluarga bertujuan menangani permasalahan dalam sesebuah
keluarga seperti penceraian dan sebagainya.
ii. Bimbingan
dan Konseling dalam Lingkungan Yang Lebih Luas
Permasalahan masyarakat juga berlaku di lingkungan perusahaan, industri,
kantor-kantor dan lembaga kerja lainnya serta organisasi masyarakat seperti
panti jompo, rumah yatim piatu dan lain-lain yang tidak terlepas dari masalah
dan memerlukan jasa bimbingan konseling.
v
Ruang Lingkup dari segi Fungsi: Memberi kemudahan dalam tindakan konseling
(pada konselor)
v
Ruang Lingkup dari segi Sasaran:
1) Perorangan
/ individual;
Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang
pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan
mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai
dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
2) Kelompok
Bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan
kepada sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu
memberikan manfaat atau jasa kepada sejumlah orang.
v
Ruang Lingkup dari segi pendidikan :
1) BK
Pendidikan: Siswa, prestasi, pergaulan dll.
Pengembangan kemampuan
belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan
sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
2) Bimbingan
Konseling Karir: Pekerja, motivasi, dll
Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan
mengambil keputusan karir.
v
Ruang Lingkup dari segi Sosial Budaya:
Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang
pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta
mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman
sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
2.3 Tujuan Bimbingan dan Konseling
2.3
Tujuan Bimbingan dan Konseling
Secara
implisit, tujuan bimbingan dan konseling sudah bisa diketahui dalam rumusan
tentang bimbingan dan konseling. Individu atau siswa yang dibimbing, merupakan
individu yang sedang dalam proses perkembangan. Opleh sebab itu, maka tujuan
bimbingan dan konseling adalah agar tercapai perkembangan yang optimal pada
individu yang dibimbing. Dengan perkataan lain, agar individu (siswa) dapat
mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi atau kapasitasnya
dan agar individu dapat berkembang sesuai lingkungannya.
Optimalisasi
pencapaian tujuan bimbingan dan konseling pada setiap individu tentu berbeda
sesuai tingkatan perkembangannya. Apabila yang dibimbing adalah murid sekolah
dasar, dimana mereka sedang dalam proses perkembangan dari usia SD ke usia SMP
atau usia anak-anak ke usia remaja, tentu optimalisasi pencapaian tingkat
perkembangannya sesuai denmgan usia sekolah dasar, demikian juga apabila yang
dibimbing adalah siswa sekolah menengah pertama (SMP) atau siswa Madrasah
Tsanawiyah dan Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/
SMK) atau Madrasah Aliyah (MA) dan Perguruan Tinggi.
Individu
yang sedang dalam proses perkembangan apalagi ia adalah seorang siswa, tentu
banyak masalah yang dihadapinya baik masalah pribadi, sosial, maupun akademik
dan masalah-masalah lainnya. Kenyataan bahwa tidak semua individu (siswa) mampu
melihat dan mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya serta tidak
mampu menyesuaikan diri secra efektif terhadap lingkungannya. Bahkan adakalanya
individu tidak mampu menerima dirinya sendiri. Merujuk kepada masalah yang
dihadapi individu (siswa), maka tujuan Bimbingan dan Konseling adalah agar
individu yang dibimbing memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan
masalahnya dan mampu atau cakap dalam memecahkan sendiri masalah yang
dihadapinya serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Bimbinagn dan Konseling
berkenaan dengan prilaku, oleh sebab itu tujuan Bimbingan dan Konseling adalah
dalam rangka :
- Membantu mengembangkan kualitas kepribadian individu yang dibimbing atau yang dikonseling.
- Membantu mengembangkan kualitas kesehatan mentan klien.
- Membantu mengembangkan prilaku-prilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya.
- Membantu klien menanggulangi problema hidup dan kehidupannya secara mandiri.
Dalam
islam, sosok individu yang ingin dicapai seperti disebutkan dalam tujuan
Bimbingan dan Konseling diatas, identik dengan individu yang “kaffah” atau
“insan kamil”. Individu yang kaffah atau insan kamil merupakan sosok individu
atau pribadi yang sehat baik rohani (mental atau psikis) dan jasmaninya
(fisiknya). Dengan perkataan lain, sehat fisik dan psikisnya individu atau
pribadi yang kaffah atau insan kamil juga merupakan sosok individu yang mampu
mewujudkan potensi iman, ilmu dan amal serta dzikir sesuai kemampuannya dalam
kehidupannya sehari-hari.
Secara operasional, individu
atau pribadi yang kaffah atau insan kamil adalah individu yang mampu:
- Berfikir secara positif sebagai hamba Allah SWT yang tugas utamanya adalah mengabdi kepada-Nya.
- Berfikir positif tentang diri dan orang lain di lingkungannya.
- Mewujudkan potensi fikir dan dzikir dalam kehidupan sehari-hari.
- Mewujudkan akhlak alkarimah dan senantiasa berbuat ihsan (baik) dalam kehidupan sehari-hari baik terhadap diri dan lingkungannya.
M. Hamdan Bakran Adz
zaky,(2004) merinci tujuan bimbingan dan konseling dalam islam sebagai berikut:
- untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan,kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak, dan damai (Mutmainnah), bersikap lapang dada (Radhiyah) dan mendapatkan pencerahan taufidh dan hidayah- Nya (Mardhiyah).
- Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atu madrasah, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam sekitarnya.
- Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.
- Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual dalam pada diri individu sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat kepada-Nya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.
- Untuk menghasikan potensi ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
Dengan
demikian tujuan Bimbingan dan Konseling dalam islam merupakan tujuan yang ideal
dalam rangka mengembangkan kepribadian muslim yang sempurna atau optimal.
Pencapaian tujuan Bimbingan
dan Konseling dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah
berbeda untuk setiap tingkatannya. Artinya, melihat perkembangan yang optimal
pada siswa SMP/MTs tentu tidak sama dengan melihat siswa SMA/MA/SMK. Begitu
juga melihat kemandirian siswa SMP tentu tidak sama dengan melihat kemandirian
siswa SMA/MA/SMK. Dengan perkataan lain, penjabaran tujuan Bimbingan dan
Konseling di atas di sekolah-sekolah dan madrasah, harus didasarkan atas
pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah atau madrasah yang bersangkutan.
Menurut Yusuf & Nurihsan
(2008) tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik
(belajar) adalah sebagai berikut.
1)
Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca
buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan
aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
2)
Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
3)
Memliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan
membaca buku, menggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan memepersiapkan diri
menghadapi ujian.
4)
Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan,
seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam
memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang
berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
5)
Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
2.4 Fungsi Bimbingan dan Konseling
Fungsi Bimbingan dan Konseling:
- Fungsi pemahaman
Dalam fungsi pemahaman, terdapat beberapa hal yang perlu kita pahami, yaitu:
Pemahaman tentang masalah klien. Dalam pengenalan, bukan saja hanya
mengenal diri klien, melainkan lebih dari itu, yaitu pemahaman yang menyangkut
latar belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi
lingkungan klien.
Pemahaman tentang lingkungan yang ”Lebih Luas”. Lingkungan klien ada dua,
ada sempit dan luas. Lingkungan sempit yaitu kondisi sekitar individu yang
secara langsung mempengaruhi individu, contohnya rumah tempat tinggal, kondisi
sosio ekonomi dan sosio emosional keluatga, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan
yang lebih luas adalah lingkungan yang memberikan informasi kepada individu,
seperti informasi pendidikan dan jabatan bagi siswa, informasi promosi dan
pendidikan tempat lanjut bagi para karyawan, dan lain-lain.
- Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan ini berfungsi agar klien tidak memasuki ketegangan
ataupun gangguan tingkat lanjut dari hidupnya agar tidak memasuki hal-hal yang
berbahaya tingkat lanjut, yang mana perlu pengobatan yang rumit pula.
- Fungsi pengentasan
Dalam bimbingan dan konseling, konselor bukan ditugaskan untuk mengental
dengan menggunakan unsur-unsur fisik yang berada di luar diri klien, tapi
konselor mengentas dengan menggunakan kekuatan-kekuatan yang berada di dalam
diri klien sendiri.
- Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala yang baik yang ada pada diri
individu, baik hal yang merupakan pembawaan, maupun dari hasil penembangan yang
telah dicapai selama ini. Dalam bimbingan dan konseling, funsi pemeliharaan dan
pengembang dilaksanakan melalui berbagai peraturan,kegiatan dan program.
5.
Fungsi Penyaluran
Fungsi Penyaluran yaitu fungsi bimbingan dalam
membantu siswa memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi,
dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat,
keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini,
konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar
lembaga pendidikan.
6. Fungsi Adaptasi
Fungsi Adaptasi yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan
guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang
pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa (siswa). Dengan menggunakan
informasi yang memadai mengenai siswa, pembimbing/konselor dapat membantu para
guru dalam memperlakukan siswa secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun
materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun
menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan siswa.
7. Fungsi Penyesuaian
Fungsi
Penyesuaian yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa) agar dapat
menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8.Fungsi Perbaikan
Fungsi Perbaikan
yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu siswa sehingga dapat
memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak).
Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap siswa supaya
memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat
sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif
dan normatif.
9.Fungsi Fasilitasi
9.Fungsi Fasilitasi
Funsi fasilitas
disini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada siswa dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh
aspek dalam diri siswa.
10.Fungsi Pemeliharaan
10.Fungsi Pemeliharaan
Fungsi Pemeliharaan yaitu
fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu siswa supaya dapat menjaga diri
dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi
ini memfasilitasi siswa agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan
menyebabkan penurunan produktivitas diri.
2.5 Urgensi
Bimbingan dan Konseling Bagi Madrasah
Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi
mutu keberhasilan akademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian
Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini
sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan
peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik agar sanggup
memasuki dunia kerja. Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan
yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para
lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan
di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan
pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan
nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura
personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di
setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi
sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling
potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks
tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi,
menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan
kata lain, Bimbingan dan Konseling diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa
bermasalah atau nakal.
Penulis merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan
konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama,
dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal
diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka,
sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya,
serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat,
mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu
mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup.
Empat peran di atas dapat efektif, jika Bimbingan dan Konseling didukung oleh
mekanisme struktural di suatu sekolah.
Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan
peran yang saling berkomplemen. Bimbingan konseling dengan para konselornya
disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan
dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan
ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian
tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan
punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama.
Pemilahan peran demikian memungkinkan Bimbingan dan Konseling optimal dalam
banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, Bimbingan
dan Konseling lebih mudah terjebak dalam
tindakan hukum-menghukum.
Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan
orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di
sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala
sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal
yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa
ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif
belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang
menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah
pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.
Bimbingan dan Konseling dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan
prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa
untuk datang membuka diri tanpa waswas akan privacy-nya. Di sana menjadi tempat
setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus
setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil
manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk
lebih mengerti akan anak mereka.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang
ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala
sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru
Bimbingan dan Konseling. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji
buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan,
sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan
honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun
mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur
terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif
dalam penanganannya.
Bimbingan dan Konseling yang baru dilirik sebelah mata dalam proses
pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari,
berapa jumlah sekolah yang mampu (mau: red) menyediakan ruang konseling
memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang Bimbingan dan Konseling sekadar bagian
dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok
dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran Bimbingan dan
Konseling dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang
hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada Bimbingan dan Konseling dalam
pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum
dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai
mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah dan semua
pihak yang terlibat dalam proses kependidikan.
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa
berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun
karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan
norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam
memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan
perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau
manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut
merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu
dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan
konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan
lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan,
membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran
dalam konteks adegan mengajar yang
layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan
ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal, 2007).
Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan
untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi ’Konselor.”
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah
satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Pengakuan
secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang
lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk
konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting layanan
spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.
Dasar pertimbangan
atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya
landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara
optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan
moral-spiritual).
Dalam konteks tersebut, hasil studi lapangan (2007)
menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat
dibutuhkan, karena banyaknya masalah peserta didik di Sekolah/Madrasah,
besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan
mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek
ketenagaan maupun manajemen.
Layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu
peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan
keputusan, serta memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik; tidak
hanya untuk peserta didik yang bermasalah tetapi untuk seluruh peserta didik.
Layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas pada peserta didik tertentu atau yang perlu ‘dipanggil’
saja”, melainkan untuk seluruh peserta didik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
.
DAFTAR PUSTAKA
Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang
melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor
dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar
Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The
Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance
and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison :
Brown & Benchmark.
Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo :
McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan
Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas
Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan
Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah
(Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi
RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall
International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It
and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24
No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston :
Allyn & Bacon.