A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan institusi pembentukan dan
pewarisan serta pengembangan budaya umat manusia. Tujuan pendidikan Islam bukan
sekedar masalah-masalah dunia semata, akan tetapi menyangkut perpaduan rohani
dan jasmani.
Pendidikan Agama Islam tidak hanya menyiapkan
seseorang anak didik memainkan peranannya sebagai individu dan sebagai anggota
masyarakat saja, tetapi yang lebih utama adalah sebagai khalifah Allah swt.
Oleh karena itu, antara manusia dengan tuntutan
hidupnya saling berpacu berkat dorongan dari ketiga daya tersebut, maka
pendidikan merupakan sarana utama yang dibutuhkan untuk pengembangan kehidupan
manusia, dalam dimensi yang setara dengan tingkat daya cipta, daya rasa, dan
daya karsa masyarakat beserta anggota-anggotanya.
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga
obyek pendidikan, karena manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek
pendidikan dalam arti yang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan.
Mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka
serta generasi penerus mereka. Manusia dewasa yang berkebudayaan, terutama yang
berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab formal untuk melaksanakan
misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki
masyarakat suatu bangsa.[1]
Proses pendidikan yang berlangsung di dalam
interaksi yang pluralitas (antara obyek dengan lingkungan alamiah, sosial dan
kultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab, kedudukan manusia
adalah sebagai subyek dan obyek di dalam masyarakat, hal ini memberikan
konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi manusia, memelihara alam lingkungan
bersama. Bahkan manusia bertanggung jawab atas martabat kemanusiannya (human
dignity).
Pendidikan Islam sangat memperhatikan
penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian
Islam dan ajaran ajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu,
keberadaan sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam
itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan al-Hadist.
Pandangan hidup
yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim
yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni al-Qur’an dan
as-Sunnah yang shahih juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan.
Hal ini senada dengan pendapat Ahmad D. Marimba yang menjelaskan bahwa yang
menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan
sehingga isi al-Qur’an dan al-Hadis menjadi fundamen, karena menjadi sumber
kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan.[2]
Proses pendidikan agama islam yang didahului dan dialami siswa di sekolah
dimulai dari tahap kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap
ajaran dan nilai-nilai yang trerkandung dalam ajaran islam untuk selanjutnya
menuju katahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai
agama kedalam diri sisiwa dalam arti manghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi
ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan kayakinan siswa
menjadi lebih kokoh jika dilandasi dengan
pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama islam.
Melalui tahapan afreksi tersebut siswa diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam
dirinyadan tergerak untuk mengamalakan dan mentaati ajaran islam pada tahapan
psikomotorik yang telah terinternalisasi dalam diri siswa. Dengan demikian akan
terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
Dan diantara tanda-tanda adanya keimanan adalah jika seorang mu’min tidak
mau memenuhi keinginan hawa nafsunya. Yang membedakan manusia dengan binatang
adalah hawa nafsunya. Jika seseorang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya,
maka manusia tidak akan lebih dari binatang.
Selama ini masih banyak sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan yang
menunjukkan sikap kurang terpuji, banyak pelajar yang terlibat tawuran, melakukan tindakan kriminal
serta tingginya prosentase penggunaan obat-obatan terlarang yaitu sekitar
50-70% pada tingkat SLTP dan SMU dari pene;litian yang ada di jakarta. Selain
itu juga masih meluasnya Korupsi, Kolusi, Nepotisme disemua sektor kemasyarakatan.
Hal ini merupakan isyarat masih lemahnya kendali akhlak didalam diri seseorang,
sehingga ia bersifat konsumtif, berperilaku hidup mewah dan mudah tergoda untuk
berbuat tidak baik.[3]
Untuk itu,
sebagai manusia yang beriman seyogyanya kita dapat mengendalikan
hawa nafsu kita, salah satu caranya adalah dengan berpuasa . Karena Puasa
merupakan media yang sangat tepat untuk mengekang hawa nafsu dan pengendalian diri.
Puasa merupakan suatu kewajiban, sesuai dengan perintah Allah yang terdapat
pada AlQur’anSurat
Al -Baqarah ayat 183:
$ygr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
|=ÏGä.
ãNà6øn=tæ
ãP$uÅ_Á9$#
$yJx.
|=ÏGä.
n?tã
úïÏ%©!$#
`ÏB
öNà6Î=ö7s%
öNä3ª=yès9
tbqà)Gs?
ÇÊÑÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”
Allah SAW tidak
mensyari’atkan ibadah melainkan mesti mengandung unsur pendidikan yang membawa
kepada jiwa taqwa, membiasakan manusia
patuh atas segala perintah-Nya.
Puasa adalah
suatu ibadah kepada Allah, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Puasa itu merupakan benteng yang dapat menahan manusia dari perbuatan keji,
seperti berkelahi, mengumpat, menggosib dan sebagainya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
saw dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin:
إِنَّما الصّوم جنّة فاذا
كان احدكم صائما فلا يرفث ولا يجهل وان امرؤ قاتله
اوشاتمه فليقل اني صائم
اني صائم
“Puasa itu perisai, apabila salah seorang
dari padamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan
diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah
sesungguhnya saya sedang berpuasa.”(H.R. Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)[4]
Ibadah puasa tidak sebagaimana ibadah lainnya seperti shalat, zakat dan
haji yang lebih berdimensi lahiriah dan bersifat terbuka. Puasa lebih
berdimensi personal dan batin, karena itu pada dasarnya tidak ada yang tahu
bahwa seseorang itu berpuasa kecuali Allah dan pelakunya. Sebagaimana sabda
Nabi saw. Dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin
Dengan posisinya yang demikian itu, puasa dapat menjadi pilar atau basis
pembentukan mental yang strategis bagi pelakunya sehingga menjadi orang yang
berkarakter baik sebagaimana fitrahnya yaitu jujur dengan tanpa kontrol dari
orang lain. Karena itu, puasa sering diidentikkan sebagai sebuah gerakan yang
mengarah pada back to basic yang berujung pada ‘id al-fithri
(kembali ke fitrah) dan syawwal yang berarti menaiki grafik standar
kebaikannya. Puasa yang tidak berujung pada hal itu, patut diragukan
keberhasilannya. [5]
Puasa menjadi sarana efektif penanaman
sekaligus pengaplikasian nilai-nilai pendidikan Islam. Beberpa nilai-nilai
pendidikan penting yang bisadigali dari pelaksanaan ibadah puasa diantaranya: pertama,
puasa mengajarikita untuk senantiasa menahan dan mengendalikan diri.
Karakter ini sangatdibutuhkan bukan hanya untuk pejabat, tetapi juga untuk
rakyat, pelajar, guru,pegawai, pengusaha, dan sebagainya. Jika karakter ini
sudah tertanam dantumbuh subur dalam setiap pribadi bangsa, setidaknya akan
meminimalkanpraktek korupsi, kolusi, nepotisme, suap, dan praktek-praktek
tercela lainnya. Kedua, ketika berpuasa kita juga dilatih dan
ditempa untuk sabar,peduli akan sesama, rajin dalam beribadah dan
aktivitas-aktivitas positiflainnya, disiplin dan peneladanan sifat-sifat Tuhan
kepada diri manusia.Karakter sabar, disiplin, rajin dan peduli ini, sangat
penting perannya gunamembawa bangsa bangkit dari krisis berkepanjangan. Ketiga,
puasa mengajari kita untuk memiliki kepekaan (sense ofresponsibility) sensibilitas
dan tanggung jawab sosial maupun pribadi.Salahsatu hikmah puasa, adalah
penanaman solidaritas sosial dengan anjuran berbuatbaik sebanyak-banyaknya,
terutama dalam bentuk tindakan menolong beban kaum fakir miskin. Jika hal ini
bisa terus berjalan pada waktu lain di luar bulanpuasa, maka akan menjadi
karakter bangsa yang patut disyukuri.Tafsir yang lebih luas, solidaritas sosial
yang terpancar dalam dirisetiap pribadi muslim, menjadi bukti menyatunya
keimanan dan amal saleh (perbuatan kebajikan). [6]
Dengan kata lain, puasa yang mulanya
merupakan implementasi dari rukun agama semata, kemudian menjadi sebuah laku social yang sangat
konstruktif. Karakter utama inilah yang diharapkan mampu menempati setiap pribadi bangsa
sehingga menjadi pendulu perubahan dan perbaikan. Keempat,
melalui puasa sebulan penuh kita dan umat islam pada umumnya
akan dilatih, digembleng mempererat dan memperkokoh persaudaraan,
senasip-sepenanggungan, mencintai dan menyayangi keluarga, memakmurkan
tempat-tempat ibadah dan sebagainya.
Puasa juga mengajarkan kita agar bersikap
optimis dan susah dahulu. Hal ini karena puasa mengajarkan pelakunya untuk rela
menderita sementara waktu demi meraih keberhasilan ke depan. Puasa adalah
sebuah dorongan untuk latihan produktif, sebab orang yang berpuasa menjadi
terhindar dari jeratan hal-hal yang sifatnya temporer, dan instan (captive
of here and now). Puasa kemudian berimplikasi pada efisiensi dan
pengurangan sikap komsumtif-permissif.[7]
Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai tema di atas dengan judul “Dimensi
Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Ibadah
Puasa perspektif psikologi pendidikan”.
B.
Batasan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam
ibadah puasa adalah Dimensi Nilai-Nilai
Pendidikan islam akan tetapi
peneliti akan membatasi masalah dengan tujuan untuk lebih mensistematika
pembahasan masalah ini agar tidak terlalu melebar dari sasaran sehingga akan
mempermudah pembahasan dan penyusunan penelitian ini, yaitu dalam perspektif psikologi pendidikan.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang sudah dipaparkan di atas, maka dapat dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.
Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam
ibadah puasa perspektif psikologi pendidikan?
D.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan nilai-nilai pendidikan yang
terkandung dalam ibadah puasa perspektif psikologi pendidikan.
E.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi penulis,untuk menambah khazanah pengetahuan yang
berkaitan dengan Nilai-Nilai Pendidikan Islam.
2.
Untuk dapat dijadikan sebagai tambahan informasi yang
bersifat ilmiah, bagi mereka yang mendalami masalah yang ada kaitannya dengan
penelitian
F.
Penelitian
Terdahulu
Penelitian terdahulu ini pada intinya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan
topik yang akan diteliti, sejenis yang pernah dilakukan oleh penelitian
sebelumnya sehingga tidak adanya pengulangan.
Dalam
penelusuran awal sampai saat ini peneliti belum menemukan penelitian yang
mengkaji tentang “Dimensi Nilai-Nilai
Pendidikan islam dalam ibadah puasa perspektif psikologi pendidikan”.
Namun Peneliti menemukan kemiripan dalam
penelitian Iqbal Habib fakultas Tarbiyah
INKAFA tahun 2013 tentang Nilai Pendidikan Islam dalam 5 Cm.
Dalam film itu, menurut penelitian Iqbal Habib memaparkan muatan materi
pendidikan islam dalam 5 Cm, yaitu nilai nasionalisme.
G.
Sistematika Pembahasan
Sistematika
Pembahasan dalam penelitian ini dibagi kedalam lima bab, sebagai berikut:
BAB
I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, penelitian terdahulun.
BAB
II : landasan teori, berisi tentang hal-hal yang
berkaitan denganibadah puasa, antara lain meliputi pengertian puasa,
syarat-syarat puasa, rukun puasa,hal-hal yang membatalkan puasa,
macam-macampuasa dan nilai-nilai pendidikan dalam puasa.Selain itujuga
dijelaskan tentang nilai pendidikan dalam puasa antara lain pengertian nilai ,
pengertian Pendidikan Islam, fungsi Pendidikan Islam, tujuan Pendidikan Islam
dan nilai pendidikan dalam puasa.Serta dalambabini dipaparkan tentang
nilai-nilai puasa dalam perspektif psikologi pendidikan, yaitu meliputi
pengertian psikologi pendidikan dan nilai-nilai puasa dalam perspektif
psikologi pendidikan.
BAB III :Metode penelitian,
menginformasikan metodologi yang digunakan untuk peneliti yang meliputi :
rancangan penelitian, langkah pengumpulan datan dan teknis analisis data.
BAB IV :Hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini dijelaskan tentang
nilai-nilai pendidikan apa saja yang
terkandung dalam ibadah puasa ditinjau dari psikologipendidikan.
BAB V : kesimpulan dan saran,
merupakan bab terakhir berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang
relevan untuk penelitian selanjutnya bagi mahasiswa dan lembaga terkait.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ibadah Puasa
1. Pengertian Ibadah Puasa
Menurut bahasa ibadah berasal dari bahasa arab ibadah bentuk masdar dari
‘abada yang berarti al-taah (taat), al-khuldlu (tunduk, mengikuti). Ibadah
dalam arti taat dan tunduk srbagai mana dimaksud firman Allah: (QS. Yasin: 60):
ألم أعهد إليكم يابني أدم أن
لا تعبدواالشيطا ن إنّهلكم عدوّ مبين (يس:60)
“Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu wahai
bani adam supaya kamu tidak menyembah syaithan? Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu”.
Pada dasarnya ibadah berarti merendahkan diri. Akan tetapi, ibadah yang
diperintahkan dalam agama itu bukan sekedar ketaatan atau perendahan diri
kepada Allah. Patuh kepada seseorang, tapi tidak mencintainya, tidak disebut
ibadah; cinta tanpa kepatuhan pun bukan ibadah. Jadi cinta atau patuh saja
nekum cukup untuk mewujudkan pengertian ibadah. Seseorang belum dapat dikatakan
neribadah kepada Allah kecuali apabila ia mencintai kepada Allah, lebih dari
cintanya kepada apapun dan memuliakan-Nya lenih dari segala yang lain-Nya.
Bahkan ia harus meyakini tidak ada yang berhak atas cinta dan keptuhan yang
senpurna kepada Allah.[8]
Pemahaman kita terahadap hikmah peribadatan menurut Al-Syatibi lebih jauh
adalah: menunaikan perintah Allah, menaatinya dan sampai batas tersebut tidak
jelas apa hikmah dan illat tertentu secara khusus bagi suatu ketetapan, karena
jika hanya yang demikian itu yang dimaksud sengan peribadatan, tentu Allah
tidak menetapkan suatu cara tertentu dalam perubadatan, karena penggunaa
tersebut bula dilakukan dalam cara apapun tercapai selama ia diniatkan oleh
pelakunya, namun kenyataan agama menunjukkan bahwa ibadat tidak demikian
terbukti bahwa syara’ (Allah dan Rosul-Nya) menetapkan cara-cara dan
bentuk-bentuk tertentu yang dinilai tidak sah bila menyalahinya.
Tatacara ibadat yang telah ditetaokan itu haaaaarus diterima dan diamalkan
sebagaimana adanya, karena keberatan tentang bentuk atau cara tertentu dengan
maksud mengubahnya dengan cara lain, tidak menghalangi adanya keberatan baru
bagi cara yang telah diubah itu.
Misalnya puasa, mengapa harus smulam penuh, tidak dua minggu saja? Mengap
ayang terlarang adalah makan, ,imu, dan hubungan sek, bukan hubungan sek saja?
Mengapa ia harus berlanjut sampai terbenamnya matahari, tidak sampai tengah
hari?
Keberatan-keberatan tersebut bula dipenuhi, pemenuhannya dalam bentuk
apapun, masih dapat dipertanyakan dan menimbulkan keberataaan-keberatan baru
oleh pihak lain.
Karena itu akal manusia tidak berperan dalam menetapkan bentuk-bentuk
ibadah dalam pengertian yang sempit itu.
Dalam masalah keagamaan yang semacam ibadat inilah nampak secara jelas
manfaat wahyu dan kebutuhan manusia terhadap bimbingan-Nya, yakni dalam hal-hal
yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, sebab seandainya hal tersebut pun
dapat dijangkau olehnya, maka seperti yang dikatakan oleh filosof Al-Farab,
“adalah lebih wajar bila ia diserahkan
saja kepada akal mereka, namun tidak demikiandalam kenyataan terbukti dengan
kehadiran wahyu, melalui para Nabi sehingga ia membuktikan bahwaada hal-hal
yang tidak terjangkau olehnya”, dan jika demikian, pemberitahuan wahyu dalam
masalah yang demikian itu sifatnya (antara lain ibadat, pereistiwa-peristiwa di
hari kemudian) tidak dapat tidak kecuali diterima sebagaimana adanya dan pada
saat itu pun tidak relevan lagi kata-kata semacam mengapa, bagaimana,
seandauny, dan lain-lain.[9]
Sedangkan puasa berasal dari kata al-saum yang berarti al-imsak ‘an al-syay’
(menahan diri dari sesuatu). Menurut al-Ragib, kata al-saum pada
dasarnya berarti menahan diri dari perbuatan, baik makan, berkata, maupun apa
saja. Oleh karena itu, kuda yang tidak mau berjalan atau makan disebut saim.
Demikian juga angin yang ridak berhembus disebut saum dan tengah haripun
dikatakan saum sebagai gambaran tentang terhentinya matahari di puncak langit.
Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa puasa itu mengandung ketenangan.
Ibadah puasa telah dikenal dan diwajibkan pada syari’at agama-agama sebelum
islam. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam QS.al-Baqarah:183 :
ياايّها الذين امنوا كتب عليكم
الصّيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلّكم تتّقون ايّاما معدودات(البقره:183)
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari
yang tertentu”.(al-Baqarah:183).[10]
2. Macam-Macam Puasa
Menurut al-Zuhaily, Secara garis besar puasa ada empat macam, yaitu puasa
wajib, sunnah, makruh, dan haram:
a. Puasa wajib meliputi puasa ramadhan, puasa kaffarah dan puasa nadzar.
b. Puasa sunnah banyak sekali macamnya meliputi puasa pada hari senin dan kamis,
puasa 6 hari pada bulan syawal dan lain sebagainya.
c. Puasa makruh antara lain puasa yang dilakukan sepanjang tahun, puasa hari
sabtu atau jum’at saja.
d. Puasa haram meliputi puasa sunnah yang dilakukan seorang wanita tanpa izin
suaminya, puasa pada hari syak(hari ke-30 bulan sya’ban, dimana seseorang ragu
apakah hari itu masih tanggal 30 sya’ban atau sudah tanggal 1 Ramadhan karena
mendung), puasa pada hari raya Id al-Fitri, Id al-Adha, hari Tasyriq(11,12,13
Dzul Hijjah), dan puasa ketika haid dan nifas.
Allah SWT memperkenankan bagi orang yang sakit dan bepergian untuk berbuka
dalam bulan ramadhan sebagai rahmat dan memberi kemudahan.
Hanya saja para fuqaha’ berbeda pendapat tentang sakit dan bepergian yang bagaimanakah yang memboleh (seseorang)
berbuka? Dalam hal ini ada beberapa pendapat.[11]
3. Syarat-Syarat Puasa Ramadhan
Syarat puasa ramadhan:
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Kuat untuk berpuasa
5. Tidak bepergian
6. Suci dari haidl dan nifas
7. Dikerjakan pada hari-hari yang diperbolehkan berpuasa.[12]
4. Rukun puasa:
1. Menahan dari segala hal yang membatalkan puasa mulai dari tebit fajar
hingga terbenamnya matahari
2. Niat. Niat harus dilakukan sebelum fajarselama bulan ramadhan. Niat sah
dilakukan bagian manapun dari waktu malam dan tidak disyaratkan harus diucapkan
karena niat adalah amal hati, sementara niat tidak ada kaitannya dengan amal
hati.[13]
5. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa dan mewajibkan qadla’, yaitu:
1. Makan dan minum dengan sengaja
2. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga melalui dubur ataupun qubul
3. Muntah dengan sengaja sekalipun diyakini tidak ada muntahan yang kembali
masuk setelah keluar ke mulut.
4. Bersetubuh meskipun tidak sampai inzal (keluar mani)
5. Berupaya mengeluarkan mani dengan sengaja, seperti onani, menonton film
porno, dan sebagainya.
6. Haid. Ulama telah sepakat bahwa orang yang sedang haid haram dan tidak sah
berpuasa.
7. Nifas. Nifas adalah darah haid yang terkumpul dan tertunda keluarnya.
Hukumnya sama dengan darah haid.
8. Gila
9. Makan, minum,atau melakukan hubungan seksual karena mengira matahari sudah
terbenam atau fajar telah terbit.[14]
A. Pendidikan Islam
1.
Pengertian
Nilai Pendidikan Islam
Nilai artinya sifat (hal-hal) yang penting/ berguna bagi kemanusiaan.[15] Maksudnya
kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan.[16]
Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga
secara obyektif di dalam masyarakat.[17]
Menurut Sidi
Gazalba yang dikutip Chabib Thoha mengartikan nilai sebagai berikut :
Nilai adalah
sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan
fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik,
melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.[18]
Sedang menurut
Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem
kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia
yang meyakini).[19]Jadi
nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan
tingkah laku.
Istilah pendidikan dalam konteks islam lebih banyak dikenal dengan
menggunakan al-tarbiyah, al-ta’lim, al-ta’dib, al-riyadhoh.setiap
istilah tersebut mempunyai arti dan makna yang berbeda, karena perbedaan teks
dan konteks kalimatnya, walaupun dalam hal-hal tertentu mempunyai makna yang
sama.
Kelima istilah diatas, oleh pemikir sering digunakan untuk menyebut praktek
pendidikan islam adalah termonolog al-tarbiyah. Menurut Imam Al-badlawi,
al-tarbiyah mempunyai makna menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga
sempurna.
Pengertian secara luas, pendidikan dapat diartikan suatu aktivitas untuk
mengembangkan aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata
lain bahwa pendidikan tidak berlangsung hanya di dalam kelas, tapi berlangsung
pula di luar kelas, pendidikan bukan bersifat formal saja tetapi menyangkut
pula non fornal.
Bagi umat islam agama merupakan dasar utama dalam mendidik anak-anaknya
melalui sarana pendidikan. Karena dengan
menanamkan nilai-nilai agama akan membantu terbentuknya sikap dan
kepribadian anak kelak pada masa dewasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pendidikan usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai
dengan ajaran islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai islam.
Sedang
pendidikan Islam menurut ahmad D Marimba adalah bimbingan jasmani maupun rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam.[20]
Senada dengan pendapat diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah
pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk
melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam
adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia
serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya
(insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu
terbentuknya kepribadian muslim.[21]
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari
sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya
pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat
kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia
berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil)
yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga
dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat. Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah
sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan
sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada
Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena
pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik
padanya.[22]
2.
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dasar-dasar pendidikan dapat di tinjau dari berbagai segi:
a.
Dasar yuridis yaitu dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal
dari peraturan perundang-undangan yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
pendidikan. Indonesia telah memberikan landasan bagi pendidikan termasuk
pendidikan agama Islam, secara yuridis pendidikan agama Islam memiliki tiga
dasar yaitu:
b.
Dasar Ideal Yaitu Pancasila, sila pertama, yang berbunyi “
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
c.
Dasar Struktural Yaitu UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
1.
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaanya itu.
d.
Dasar Operasional Yakni dasar yang secara langsung mengatur
pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Dasar operasional itu terdapat dalam Undang-Undang
tentang SISDIKNAS tahun 2003 terdapat dalam Bab III tentang Prinsip
penyelenggaraan Pendidikan yaitu tercantum dalam Pasal 4 ayat 1, yang berbunyi
: ”Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.”
e.
Dasar Religius atau agama
1.
Al-Qur‟an
Al-Qur‟an merupakan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
sebagai pedoman hidup seluruh umat manusia. Beberapa ayat Al-Qur‟an yang bisa dijadikan sebagai dasar Pendidikan
Agama Islam yang berfungsi sebagai petunjuk, adalah firman Allah dalam Surat Al
Isra‟ ayat 9, yang
berbunyi: “Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”
2.
As Sunah
As
Sunah merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur‟an. As Sunah juga
berfungsi sebagai pedoman hidup umat manusia. Menurut Zarkasji Abdul Salam dan
Oman Fathurohman, As Sunah secara bahasa berarti:
a.
Jalan yang ditempuh.
b.
Perbuatan yang senantiasa dilakukan.
c.
Adat kebiasaan.
d.
Sebagai lawan dari kata “bid‟ah”.
Sedangkan
pengertian As Sunah secara istilah adalah perkataan-perkataan atau
ketetapan-ketetapan Nabi Muhammad SAW yang berhubungan dengan pembentukan hukum
(1994: 97-98). Banyak sekali hadits-hadits Nabi yang menjadi rujukan bagi dasar
Pendidikan Agama Islam diantaranya:
اطلب العلم
ولو باالصين فإنّ طلب العلم فريضة على كلّ مسلم و مسلمة (رواه ابن عبدالبر)
“carilah
ilmu walau sampai ke Negeri Cina. Maka sesungguhnya mencari ilmu itu kewajiban
bagi setiap orang islam pria dan wanita”.(HR. Ibnu Abdul Bari)
3.
Ijtihad
dalam
pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur‟an dan As- Sunnah. Ijtihad di bidang pendidikan
ternyata sangat dibutuhkan karena semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan.Sedangkan di dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah pembahasan pendidikan hanya
bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsip saja, bila ada yang terperinci hanya
sekedar contoh dalam menerangkan yang pokok-pokok atau prinsip-prinsip
tersebut. Oleh sebab itu, Ijtihad dalam pendidikan juga sangat dibutuhkan
dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
f.
Dasar Sosial Psikologis
Semua
di dalam hidupnya selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut
agama. Disadari atau tidak, manusia merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu
perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa, tempat berlindung dan
memohon pertolongan. Menurut Al-Syaibani, manusia mempunyai kecenderungan
beriman kepada kekuasaan tertinggi, yang menguasai jagad raya ini kecenderungan
itu dibawa sejak lahir.Setiap manusia mengalami perubahan karena terus tumbuh
dan berkembang, pertumbuhan tersebut bersifat jasmani maupun kejiwaaan, salah
satu tugas pendidi kan adalah memberikan pendidikan agar pertumbuhan anda dapat
berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan
tentang hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia agar pendidikan yang
dilaksanakan berhasil sesuai dengan yang dicita-citakan. [23]
3.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan
memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan
adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses
pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun
kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup.[24] Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak
jauh berbeda dengan yang dikemukakan para ahli. Menurut Ahmadi, tujuan
pendidikan Islam adalah sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya
sebagai makhluk Allah SWT yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya.22
Firman Allah SWT dalam Al Qur’an :
وما
خلقت الجنّ و الا نس الّا ليعبدون (الذاريات:56)
“Dan
tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”
(QS. Adz-Dzariyat : 56).[25]
Yusuf Amir Faisal merinci tujuan pendidikan Islam
sebagai berikut:
a.
Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdloh.
b.
Membentuk manusia muslim disamping
dapat melaksanakan ibadah mahdlah dapat juga melaksanakn ibadah muamalah dalam
kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota masyarakat dalam
lingkungan tertentu.
c.
Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT sebagai
pencipta-Nya.
d.
Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan terampil atau
tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki masyarakat.
e.
Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu –ilmu Islam yang
lainnya. [26]
Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan diatas maka
dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam adalah sebagai
berikut :
a.
Menyiapkan dan membiasakan anak dengan ajaran Islam sejak dalam kecil agar
menjadi hamba Allah SWT yang beriman.
b.
Membentuk anak muslim dengan perawatan, bimbingan, asuhan, dan pendidikan
pra natal sehingga dalam dirinya tertanan kuat nilai-nilai keislaman yang
sesuai fitrahnya.
c.
Mengembangkan potensi, bakat dan kecerdasan anak sehingga mereka dapat
merealisasikan dirinya sebagai pribadi muslim.
d.
Memperluas pandnag hidup dan wawasan keilmuan bgi anak sebagai makhluk
individu dan social.[27]
4.
Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Ibadah Puasa
1. Ibadah puasa dapat mendidik manusia menjadi pribadi muslim yang bertaqwa
Tujuan utama Allah SWT. mensyari’atkan ibadah puasa adalah supaya manusia
bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam teks Al-Qur’an surah Al-Baqarah
ayat ke 183 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُون
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah:183)
Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri mengemukakan bahwa ibadah puasa merupakan
sarana untuk mendidik atau membentuk
manusia, supaya dapat menjadi pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT.
dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan yang
telah ditentukan. Dimana didalam ibadah puasa ada hal-hal yang harus dikerjakan
sebagai syarat atau rukun ibadah puasa dan ada pula hal-hal yang harus
ditinggalkan supaya ibadah puasa yang dikerjakan dapat diterima disisi Allah
SWT.
Inilah hal utama yang menjadi nilai pendidikan Islam yang dapat diambil
dari ibadah puasa, dimana pendidikan didalam islam diarahkan pada tujuan utama
diciptakannya manusia yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT, mengerjakan
hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang (Taqwa). [28]
2. Ibadah puasa dapat menjadi sarana pendidikan akhlak dan latihan jiwa
a.
Mendidik
manusia berjiwa sosial tinggi
b.
Mendidik manusia
untuk bersikap jujur dan amanah
c.
Mendidik manusia untuk hidup sederhana
d.
Mendidik manusia untuk bersifat sabar dan sederhana
e.
Mendidik manusia untuk mengendalikan hawa nafsu
3. Ibadah Puasa Sebagai Sarana Pendidikan Jasmani
Menurut Prof. Hembing Wijaya Kusuma dalam bukunya Puasa itu Sehat, kegunaan
puasa terhadap kesehatan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek perlindungan,
pencegahan, dan pengobatan diantaranya[29]:
a. Memberikan istirahat kepada alat pencernaan
b. Membebaskan
tubuh dari racun, kotoran dan ampas
c. Puasa mencegah dan menyembuhkan penyakit mag
d. Memblokir makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker
e. Waktu berpuasa merupakan kesempatan yang paling baik untuk menjaga dari
segala kebiasaan yang membahayakan.[30]
B. Nilai-Nilai Puasa dalam Perspektif Psikologi Pendidikan.
1. Pengertian Psikologi Pendidikan
Singgih
Dirgagunarso mendefinisikan psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia. sedangkan dalam pengertian lain psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik
selaku individumaupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan.
Ngalim
mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme
yang hidup, terutama tingkah laku manusia.
Dari berbagai
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang manusia, lebih khususnya tingkah laku manusia. Psikologi adalah ilmu
yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada
setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang - cabang psikologi
bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
aktivitas kehidupan. Cabang-cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan
kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat
terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan
manusia, termasuk dalam pendidikan, sehingga dikenal dengan istilah psikologi pendidikan.
Chalidjah
Hasan menjelaskan psikologi pendidikan adalah ilmu yang berorientasi pada penemuan
dan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik-teknik psikologi ke dalam
pendidikan.Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan
adalah studi sistematis tentang proses -proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia.
Menurut
Muhibin Syah pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi
yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Menurut Tardif Psikologi pendidikan adalah sebuah
bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku
manusia untuk usaha-usaha kependidikan.
Secara sederhana, Psikologi Pendidikan dapat diartikan sebagai studi
kejiwaan dari bidang pendidikan atau studi tentang proses pendidikan. Yang
dimaksudkan adalah bahwa studi kejiwaan atau proses pendidikan tersebut
diarahkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pendidikan dan
pengajaran.
Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa,
Psikologi Pendidikan adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pemahaman
gejala kejiwaan dalam tigkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau
membina perkembangan kepribadian manusia. Jadi segala gejala-gejala yang
berhubungan dengan proses pendidikan dipelajari secara mendalam.
2. Nilai-Nilai Puasa dalam Perspektif Psikologi Pendidikan
Dalam diri manusia terdapat 2 naluri yang saling bertentangan, yaitu naluri
hewan dan naluri malaikat. Agar manusia tidak terlalu terpengaruh oleh naluri
hewan, maka manusia harus dapat mengendalikan dirinya. Salah satu ciri jiwa
yang sehat adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri. Puasa merupakan
salah satu metode pengendalian diri yang sangat ampuh, sehingga puasa akan
membawa nilai yang positif dalam aspek psikologis, diantaranya adalah:
a.
Puasa sebagai
sarana yang efektif untuk merenovasi jiwa-jiwa yang terperosok ke dalam lubang
keingkaran, sehingga akan terpancar nilai-nilai ilahiyyah.
b. Puasa dapat meningkatkan derajat perasaan atau Emotional Quotient(EQ)Manusia.
c.
Puasa sangat
erat kaitannya dengan kemampuan menahan diri,termasuk di dalamnya adalah
pengendalian diri dari sikap emosional.[31]
Manfaat
Psikologis:
1. Manfaat puasa terjadi peningkatan komunikasi psiko sosial baik dengan
Allah dan sesama manusia. Hubungan psikologis berupa komunikasi dengan Allah
akan meningkat pesat, karena puasa adalah bulan penuh berkah. Setiap doa dan
ibadah akan berpahala berlipat kali dibandingkan biasanya. Bertambahnya
kualitas dan kuantitas ibadah di bulan puasa akan juga meningkatkan komunikasi
sosial dengan sesama manusia baik keluarga, saudara dan tetangga akan lebih
sering. Berbagai peningkatan ibadah secara langsung akan meningkatkan hubungan
dengan Pencipta dan sesamanya ini akan membuat jiwa lebih aman, teduh, senang,
gembira, puas serta bahagia.
2. Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran,
menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta
mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan
hikmah puasa yang paling utama. Firman Allah Ta ‘ala : “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ” (Al-Baqarah: 183)
3. Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah
mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang
miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah.
Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat
tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan
mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini
akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba
kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang
memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
4. Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan
berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa
mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir
dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari
makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati
sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
5. Bagi kaum perokok yang sulit meninggalkan kebiasaan buruknya. Sesungguhnya
secara psikologis dengan cara berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan
merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh,
agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis keburukan yang diharamkan
dengan nash Al-Qur’anul Karim. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah,
niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Hendaknya mereka
tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan
sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk
mereka.[32]
METODELOGI PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku atau majalah dan
sumber data lainnya dalam perpustakaan. Kegiatan ini dilakukan dengan
menghimpun data dari berbagai literatur, baik di perpistakaan maupun di tempat
lain. Literatur yang digunakan tidak terbatas pada buku-buku, tetapi dapat juga
berupa bahan-bahan dokumentasi, ensiklopedi, jurnal
ilmiah, koran, majalah, dan dokumen.
B. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data
dalam penelitian adalah subyek darimana data dapat diperoleh.[33]
1.
Data
primer
Data
primer adalah sumber-sumber dasar yang menjadi acuan dan pedoman dalam sebuah
penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab Risalatus
Shiyam karya KH. M. Fadhil marzuqi.
2.
Data
sekunder
Data
sekunder adalah data yang berfungsi sebagai pelengkap dan pendukung sumber data
primer. Adapun data sekunder yang akan dijadikan dalam bahan adalah buku-buku,
artikel, tulisan-tulisan yang lain, diantaranya adalah:
1.
Terjemah Tafsir Ayat Ahkam karya Mu”Ammal
Hamdy & Imron A. Manan.
2.
Puasa Dan I’tikaf Kajian Berbagai Madzhab karya Agus Effendi.
3.
The Miracle Of Shaum karya M. Ibrahim Salim.
4.
Dahsyatnya Puasa karya Ubaidillah Saiful
Akhyar
5.
Kisah-Kisah Dahsyat& Inspiratif Dibalik Keberkahan Puasa Senin
Kamis karya Laila Aisyah
6.
Obati Kankermu Dengan Mukjizat karya
Imam Musbikin
7.
Hikmah Puasa karya Syahruddin Sirreger
8.
Untuk Apa Berpuasa? karya Agus Mustofa
C.
Teknik Pengumplan Data
Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, dokumentasi dari asal
katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan
metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti
buku-buku, majalah, dan sebagainya.[34]
D.
Teknik Analisis Data
Langkah
terakhir yang harus dilakukan oleh peneliti dalam sebuah penelitian adalah
teknik analisis data yang mana harus dilakukan secara relevan pada pokok
permasalahan. Data
langkah-langkah yang dirumuskan oleh Miles & Huberman:
1.
Reduksi
data
Data
yang ada jumlahnya cukup banyak mak perlu segera dianalisis data melalui
reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang sesuai dengan penelitian.
2.
Penyajian
data
Setelah
data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaikan data. Dalam
penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, hubungan antar kategori, dan lain-lain.
3.
Penarikan
kesimpulan
Langkah
terakhir dalam analisis data kualitatif menurut Milles dan Huberman adalah
penarikan kesimpulan. Dan untuk mendapatkan kesimpulan yang kredibel harus
didukung oleh bukti-bukti yang valid.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Penelitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari kitab Risalatus Shiyam terdapat
bebrapa nilai-nilai pendidikan islam dalam ibadah puasa yang di tinjau dari
psikologi pendidikan, adapun hasil yang diperoleh adalah:
1. Cakapan tentang kesabaran
قال النّبيّ صلّى الله عليه
وسلّم : الجنّة مشتاقة إلى اربعة نفر: تال القران وحا فظ اللّسان ومطعم الجيعان والصائمين
فى شهر رمضان.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: surga itu senang
sama 4 golongan:
1. Orang yang membaca al-Qur’an
2. Orang yang menjaga lisan
3. Orang yang memberi pada orang yang kelaparan
4. Orang yang berpuasa di bulan ramadhan.
(Risalatus shiyam: 10)
2.
Cakapan
tentang kejujuran
فقد قال النّبيّ صلّى الله
عليه وسلّم: كم من صائم ليس له من صيا مه إلاَ الجوع والعطش بل تما م الصّوم بكفّ الجوارح كلّها عمّايكره الله تعا لى.
بل ينبغى أن تحفظ العين عن
النّظرالى المكاره واللّسان عن اللنّطق بما لايعنيك والاذن عن الإستما ع الى ما حرّم
الله فإنّ المستمع للقا ئل وهو احد المحتبين
ولذلك قال النّبيّ صلّى الله
عليه وسلّم خمس يفطرن الصا ئم الكذب والغيبة والنّميمة واليمين الكا ذبة والنّظر بشهوة.
Beberapa orang berpuasa tidak hasil puasanya kecuali
lapar dan haus. Puasa yang sempurna yaitu menjaga semua anggota tubuh dari
hal-hal yang dilarang Allah swt.
Hendaknya menjaga mata dari hal-hal yang dilarang
syari’at, menjaga lisan daria ucapan yang tidak bermanfaat, menjaga telinga
dari pendengaran yang diharamkan Allah swt. Salah satu hal yang diharamkan
tersebut adalah membicarakan aib orang lain.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: 5 perkara yang membatalkan
puasa yaitu: 1. Berbohong 2. Membicarakan aib orang 3. Adu domba 4. Sumpah
palsu 5. Melihat lawan jenis dengan syahwat. (Risalatus Shiyam: 21)
3. Cakapan tentang keistimewaan
واليجتهد فى احيا ء ليا ليه رجاءان يصادفوا
ليلة القدر فإنّهاخير من الف شهر وهي ثلاث وثمانون سنة وأربعةأشهر.
Perbanyaklah kebaikan pada malam-malam
ramadhan karena berharap supaya bertemu dengan lailatul qodr. Sebab, ibadah
satu kali ketika lailatul qodr lebih utama daripada ibadah seribu bulan. Seribu bulan sama dengan delapan
tahun lebih empat bulan lebih tiga hari.(Risalatus
Shiyam: 7)
ومن داوم على الجماعة فى رمضان
اعطاه الله بكلّ ركعة مدينة تملأ نعم الله.
Barang siapa istiqomah dalam berjama’ah pada
bulah romadhan Allah akan berikan setiap satu rakaat pada kota yang penuh
ni’mat. (Risalatus Shiyam: 8)
4.
Cakapan
tentang kedisiplinan
إستحبا به ثلا ثة اشيا ء تعجيل
الفطر تأخير السّحور وترك الهجر من الكلام الفاحش.
Sunnah dalam ibadah puasa yaitu 3 perkara:
1. Berbuka diawal waktu
2. Mengakhirkan sahur
3. Meninggalkan ucapan buruk.
(Risalatus Shiyam: 16)
5.
Cakapan
tentang pengendalian hawa nafsu
قال النبيّ صلّى الله عليه
وسلّم : المها جر من ها جر السّوء. والمجا هد من جا هد هواه.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: orang yang disebut hijrah/
pindah yaitu orang yang pindah dari kelakuan buruk. Adapun orang yang disebut
jihad/ perang yaitu orang yang bisa menahan/memerangi hawa nafsu. (Risalatus
Shiyam: 25)
6. Cakapan tentang emotional Quiton
وما وعاء ابغض الى الله من
بطن ملئ من حلال فكيف اذا ملئ من حرا م.
Tidak ada tempat yang lebih dibenci Allah
kecuali perut yang terisi penuh dengan makanan halal apalagi perut yang penuh
dengan makanan haram. (Rislatus Shiyam: 23)
7. Cakapan tentang rasa sosial
ومن وطئ فى نهار رمضان عامد
فى الفرج فعليه القضاء والكفّارة وهي عتق رقبة مؤمنة وإن لم يجدها فصيام شهرين متتابعين
فإن لم يستطع فإطعا م ستّين مسكينا لكلّمسكين مدّ.
Barang siapa yang berkumpul (suami-istri) pada
siang bulan ramadhan dengan sengaja. maka, orang tersebut wajib qadha’ dan
denda. Dendanya yaitu memerdekakan buda’ perempuan yang mukmin. Jika tidak
mampu maka wajib puasa 2 bulan berturu-turut. Jika tidak mampu lagi maka wajib
memberi makan 60 orang miskin. Setiap 1 orang miskin 1 mud(ons).
(Risalatus Shiyam: 17)
B. Pembahasan
Setiap diri manusia terdapat suatu nilai, nilai itu bisa
dapat dilihat jika seseorang itu bertindak dalam melakukan sesuatu. Nilai yang
dimiliki manusia sangat beragam. Di dalam pendidikan terdapat nilai-nilai islam
yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah kesabaran,
kejujuran, pengendalian hawa nafsu. Beberapa nilai tersebut juga terdapat pada kitab
Risalatus shiyam dalam melaksanakan ibadah puasa. Nilai-nilai tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Nilai kesabaran
قال النّبيّ صلّى الله عليه
وسلّم : الجنّة مشتاقة إلى اربعة نفر: تال القران وحا فظ اللّسان ومطعم الجيعان والصائمين
فى شهر رمضان.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: surga itu senang sama 4 golongan:
1. Orang yang membaca al-Qur’an
2. Orang yang menjaga lisan
3. Orang yang memberi pada orang yang kelaparan
4. Orang yang berpuasa di bulan ramadhan.
(Risalatus Shiyam: 10)
وفرا ئضه أربعة أشياء : النّية
والإمساك عن الأكل والشّرب والجماع وتعمّد القئ
Fardhunya puasa itu ada 4 macam: 1. Niat, 2. Mencegah
dari makan dan minum, 3. Mencegah berkumbul suami-istri, 4. Sengaja muntah.
(Risalatus Shiyam)
Sabar menurut Imam Ghazali hanya bisa dicapai bila
seseorang bersedia menangguhkan kesenangan sekarang untuk kesenangan yang jauh
lebih besar pada hari akhir.
Hendaknya orang berpuasa menjaga lisan dari ucapan yang
tidak bermanfaat, menjaga telingadari pendengaran yang dilarang Allah.
Ketika puasa seseorang harus sabar terhadap hal-hal yang
diharamkan, penderitaan dan kesulitan yang kadangkala muncul dihadapannya. Pada
saat dia melihat hidangan makanan lezat dihadapannya yang baunya menyeruak
sampai ke perut,/ dia melihat air tawar yang sejuk menari-nari dihadapan
matanya, maka pada saat itu pula dia harus menahan diri dari semuanya dan
menunggu sampai waktu yang diizinkanoleh Allah swt. Telah tiba.
Sabar terbagi
kepada 3 macam: sabardalam menjalankan perintah Allah, sabar dari meninggalkan
larangan Allah, serta sabar dalam menerima cobaan dari Allah. Puasa menyiratkan
ketiga bentuk kesabaran ini, dalam puasa kita harus mengendlaikan diri dari
berbuat dosa kepada Allah karena pahala dan balasan orang yang memiliki sifat
sabar adalah balasan yang tidak ada batasnya, sebagaimana firman Allah:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ
أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَاب (الزّمر(10:
“Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan dicukupkan pahala mereka tampa
batas”. (Az Zumar: 10)
.
puasa
merupakan separuh bentuk kesabaran. sedangkan kesabaran merupakan separuh
bentuk mencintai Allah (beriman). sabar tidak mengenal batas karena sabar
merupakan attribute atau perhiasan setiap manusia. Seorang yang cinta
kepada-Nya tidak akan berat untuk merasa lapar dan dahaga hingga saat berbuka.
Dengan segenap hati ia mampu menahan diri dari segala emosi. Sesungguhnya semua
itu berat walau terlihat sepele. Dan semua itu harus dilandasi dengan hati yang
ikhlas dan murni.
Apabila
merasa emosi meluap, cepatlah berwudhu dan berpikirlah untuk kegiatan yang
positif. Sesungguhnya, dalam hati manusia ada sebuah tarikan positif dan
negative. Bila tidak mampu mengendalikan, maka sebuah kemungkaran akan terjadi.
Sedangkan puasa merupakan momentum pembelajaran agar hati lebih bersabar.
Sabar bukan berarti
menunngu, diam, dan menyerah tanpa kerja keras. Tafsir yang tepat bagi sabar
justru bersikap pantang menyerah, gigih saat berusaha, serta bekerja keras
untuk merubah keadaan. Sikap sabar selalu dikaitkan dengan tawakkal.
Artinya seseorang harus sekuat tenaga tanpa perasaan kecewa dan penyesalan di
kemudian hari saat menenmui kegagalan, serta tidak sabar saat meraih
kesuksesan. Gagal dan sukses adalah kehendak Allah Swt. untuk mendidik
kedewasaan seseorang dalam menerima ujian hidup.[35]
Seseorang Yang mempunyai Sifat sabar
memberikan efek psikologis bagi kehidupan ini. Dapat mengatasi masalah-masalah
yang menimpanya, seperti contoh seseorang yang baru saja di PHK dari
perusahaannya membuat ia semakin rajin bekerja dan mencari yang lebih
menguntungkannya. Ia demikian karena ia memiliki sifat sabar, begitu pun
sebaliknya Jika seseorang tidak memiliki sifat sabar maka akan mudah putus asa
dalam berusaha mencari yang lebih baik. Bukankah psikologi mendidik untuk tidak
gampang putus asa dan menyerah ketika mendapat masalah tetapi mendidik untuk
menjadi lebih kuat dalam menghadapi sesuatu. Sabar sanagat berpengaruh pada
perilaku/ sikap kita, bahkan kondisi psikologis kita.
2. Nilai Kejujuran
ولذلك قال النّبيّ صلّى الله
عليه وسلّم خمس يفطرن الصا ئم الكذب والغيبة والنّميمة واليمين الكا ذبة والنّظر بشهوة.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: 5 perkara yang membatalkan
puasa yaitu: 1. Berbohong 2. Membicarakan aib orang 3. Adu domba 4.
Sumpah palsu 5. Melihat lawan jenis dengan syahwat. (Risalatus
Shiyam)
Sesesorang muslim yang berbohong dalam keadaan
puasa maka telah hilang pahala dari ibadah tersebut. Oleh karena
itu, puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah.
Puasa mendidik untuk bersikap jujur dan merasa diawasi Allah baik dalam
keadaan sendirian maupun dalam keramaian, karena pada saat itu tidak ada
seorangpun yang mengawasi orang yang berpuasa selain Allah swt.
mudahan-mudahan sikap jujur ini tetap bertahan dalam prilaku kita
sehari-hari, sehingga pringkat yang hendak dicapai dari berpuasa itu sendiri
dapat kita miliki yaitu perangkat taqwa,
Telah bersabda Nabi Muhammad saw.:
من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه )رواه البخاري(
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka
Allah tidak butuh dalam ia meninggalakan makan dan minum”. (H.R. Bukhari).
Pada saat ini kejujuran sesuatu yang
amat mahal dan bagaikan barang langka ditengah-tengah kehidupan kita. Baik
ditingkat masyarakat umum maupun ditingkat golongan terpelajar. Ketika
kejujuran telah diperjual belikan sa’at itu pula kehancuran menimpa kihidupan
kita. Sikap suka berbohong dan dusta telah merusak segala lini jaring-jaring
kehidupan kita. Semoga Ramadhan tahun ini dapat mengembalikan kita kepada
kejujuran. Jujur dalam berkata, jujur dalam berbuat,jujur dalam segala hal. Sebagaimana
Allah tegaskan dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ
مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan jadilah kamu
bersama orang-orang yang jujur”.(At Taubah:
119).
Puasa mendidik manusia untuk bersikap jujur dan
merasa diaawasi oleh Allah Swt., baik dalam kesendirian ataupun dalam
keramaian, karena pada saat itu, tidak seorangpun yang mengawasiorang yang
berpuasa selain Allah.[36]
Berbohong
tampaknya sudah mewabah pada hampir semua aspek kehidupan bangsa. Dimana-mana
kita menyaksikan orang berbohong di DPR, pengadilan, pasar, kantor, kampus,
bahkan di tempat ibadah pun ada yang berani berdusta menutupi perilaku
amoralnya. Kebohongan menjadi benteng pembelaan diri.
Orang
yang berbohong sejatinya merugi. Jika kebohongannya tidak diketahui dia akan
dosa dan jika kebohongannya diketahui orang lain, maka dia tidak akan dipercaya
lagi. Implikasinya, hubungan dirinya dengan sesama menjadi kurang baik karena
sudah dicap pembohong. Orang lain akan menjauhi yang bahkan memusuhinya.
orang
yang jujur, secara psikologis hatinya akan selalu merasa tentram, damai dan
bahagia. Sebaliknya, orang yang berdusta hidupnya menjadi tidak tenang, dikejar-kejar
oleh “dosa” karena hati kecilnya akan mengatakan kebenaran. Dia akan selalu
khawatir kebohongannya terbongkar.
Kebiasaan tidak jujur akan berbahaya tidak hanya bagi orang lain
tapi pada dirinya sendiri, karena dirinya akan kehilangan kepercayaan dan
kewibawaan.
Pendidikan kejujuran harus dimulai dengan jujur kepada diri sendiri
dan senantiasa meminta kebenaran yang bersumber dari hati nurani. Setelah itu,
hendaklah kamu selalu berusaha untuk benar, karena kebenaran membawa kebajikan
dan kebajikan akan membawa pengaruh baik pada diri kita dan orang lain.
3. Nilai Rasa Syukur
واليجتهد فى احيا ء ليا ليه رجاءان يصادفوا
ليلة القدر فإنّهاخير من الف شهر وهي ثلاث وثمانون سنة وأربعةأشهر.
Perbanyaklah kebaikan pada malam-malam
ramadhan karena berharap supaya bertemu dengan lailatul qodr. Sebab, ibadah
satu kali ketika lailatul qodr lebih utama daripada ibadah seribu bulan. Seribu bulan sama dengan
delapan tahun lebih empat bulan lebih tiga hari.
ومن داوم على الجماعة فى رمضان
اعطاه الله بكلّ ركعة مدينة تملأ نعم الله.
Barang siapa istiqomah dalam berjama’ah pada
bulah romadhan Allah akan berikan setiap satu rakaat pada kota yang penuh nikmat.
Puasa menjadikan dirinya senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya
yang banyak dan anugerah-Nya yang
sempurna. Maka, terbukalah dihadapan kedua matanya betapa bernilai
nikmat- nikmat yang telah Allah anugerahkan sepanjang hidupnya, padahal selama
ini ia tidak pernah menemukan nilai-nilai itu dan ia tidak pernah mau
mengukurnya. Puasa bisa menjadikan ia bisa mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya dihadapan dirinya dan dihadapan orang lain. Sebab ia tau dibalik
semuanya ada Tuhan Yang Maha Esa yang menguasai alam semesta ini, Tuhan yang
kelak bertanya dosa yang dilakukan dulu dan yang akan datang, Tuhan Maha
Mengetahui apa yang ia sembunyikan dan apa yang ia tampakkan. [37] Sebagaimana firman Allah:
وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ
عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (البقره(185:
“Dan supaya kamu mengangungkan Allah atas petunjuk yang diberikan-Nya
kepadamu, dan agar kamu bersyukur”. (Al Baqarah: 185).
Syukur dapat dipahami dengan maknanya yang dalam yaitu
pengakuan secara obyektif terhadap pemberian Allah bukan hanya kepada dirinya
langsung tetapi juga kepada orang atau makhluk Allah tanpa pamrih mengaruniakan
nikmatnya terhadap hamba-hambanya.
Dengan mensyukuri nikmat itu, jiwa
seseorang akan merasakan kenyamanan dan kepuasan hidup secara materil dan dapat merasakan
kebahagiaan hidup rohani. Adanya kesediaan bersyukur tentunya sangat sederhana dianalogikan dengan adanya kesetaraan setiap orang yang menghargai
dan memanfaatkan pemberian orang lain.
Pengaruh
Psikologinya, akan menghindarkan seseorang dari sifat iri, dengki, dendam.
Karena dengan bersyukur kita akan meyakini bahwa nikmat adalah karunia Allah
dan tidak sedikitpun akan terbesit dihati seseorang untuk membanding-bandingkan
nikmat yang diterimanya dengan yang diterima orang lain.
Seseorang
yang tidak senantiasa bersyukur dengan nikmat apa yang telah diberikan
kepadanya akan menimbulkan sifat iri , dan sifat tercela lainnya, yang dapat
menyebebkan permusuhan bahkan pembunuhan. Hal ini seperti ini sudah ada sejak
zaman Nabi Adam as. Ketika putranya yang bernama qobil dijodohkan dengan
putrinya yang kurang cantik sedangkan habil dijodohkan dengan putrinya yang
lebih cantik. Dalam hati qobil merasa iri karena ia merasa ia yang pantas
mendapatkannya, maka dari sinilah timbul sifat iri dari hati qobil yang ingin
balas dendam dengan habil yaitu dengan cara membunuh saudara kandungnya.
Padahal perjodohan ini adalah ketetapan dari Allah swt.
Seacara psikologis, orang yang memiliki sifat
iri selalu memandang kehidupan orang lain lebih indah dari kehidupannya.
Padahal orang yang dianggap hidupnya lebih indah belum tentu merasakan
kebahagiaan seperti yang ia lihat. Oleh karena itu, rasa syukur harus
ditanamkan pada setia individu agar kehancuran dapat di minimalisirkan.
4.
Nilai
kedisiplinan
إستحبا به ثلا ثة اشيا ء تعجيل
الفطر تأخير السّحور وترك الهجر من الكلام الفاحش.
Sunnah dalam ibadah puasa yaitu 3 perkara:
1. Berbuka diawal waktu
2. Mengakhirkan sahur
3. Meninggalkan ucapan buruk. (Risalatus
Shiyam)
Puasa adalah
ibadah paling rahasia di mata manusia, yang bisa menumbuhkan sikap disiplin diri,
merasa diawasi (muraqabah) oleh Allah. Sikap ini akan memunculkan perasaan
ada pengawasan diri sendiri dan saat mengawasi itu kita pun sadar bahwa kita
sedang diawasi oleh Zat Yang Maha Mengetahui segala-galanya. Kita sadar bahwa
sedang disorot oleh “kamera” Ilahi yang sangat tajam, kita akan menghindarkan
diri dari bujuk rayu setan dan hawa nafsu. Pendidikan disiplin dalam
berpuasa meliputi disiplin menunaikan kewajiban dan melaksanakan perintah
sebagaimana perintah Allah untuk berpuasa seperti ditegaskan dalam surat
al-Baqoroh ayat 183 (Kutiba ‘alaikumusshiyam).Bagi
orang berpuasa karena sakit atau sedang dalam perjalanan dibolehkan berbuka
akan tetapi wajib menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari
yang lain dan bagi yang tidak kuat berpuasa diwajibkan membayar fidiah dengan
memberi makan orang miskin.
Disiplin
dalam waktu yakni disunatkan menyegerakan berbuka ketika telah tiba waktu
berbuka puasa, disiplin fisik dan hukum yakni mematuhi untuk tidak makan, minum
dan berhubungan suami isteri sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Bahkan, menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur sesuatu yang sangat
dianjurkan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
مَا تَزَالَ اُمَّتِي بِخَيْرٍ ماَعَجَّلُوااْلفُطُورَ
وَاَخِّرُو السَّحُورَ
“Umatku
masih melakukan kebaikan, selagi mereka berbuka dan mengakhirkan sahur”.[38]
Disiplin
adalah kesadaran yang tumbuh dari setiap orang untuk mentaati setia ketentuan,
kelaziman, norma dan tata nilai yang menurut keyakinannya baik dan bermanfaat
untuk dirinya. Orang yang mempunyai sifat disiplin meyakini bahwa apa-apa yang dikerjakan
berdasarkan suatu aturan tertentu pasti memberikan manfaat kepada dirinya.
sifat
disiplin tumbuh dari dalam diri seseorang itu sendiri. tidak perlu dipaksa,
ditakut-takuti, atau diancam dengan berbagai sanksi. Dengan disiplin hidup
menjadi tertib. Bila hidup tertib maka hidup pun teratur, terencana,
terprogram. semua yang teratur dan terencana akan bermanfaat bagi yang
bersangkutan. Dan nyaman bagi siapa pun pelakunya.[39]
Kaitannya
psikologi dengan disiplin adalah akan terbiasa mentaati peraturan-peraturan
yang telah ada, baik peraturan dari pemerintah (undang-undang) maupun peraturan
yang ada di masyarakat dan peraturan yang berada dimanapun. Karena peraturan
itu sendiri hakikatnya untuk kebaikan kita bersama seperti peraturan lalu
lintas jika kita tidak disiplin dalam mentaatinya maka akan terjadi banyak
kecelakaan. Begitu juga peraturan yang ada disekolah jika seorang siswa datang
terlambat tidak disiplin maka akan mendapat sanksi dari pihak sekolah. Dan masih
banyak contoh-contoh yang lainnya, jika displin terus ditanamkan pada seseorang
maka hidup akan lebih sejahtera.
5.
Pengendalian
Hawa Nafsu
قال النبيّ صلّى الله عليه
وسلّم : المها جر من ها جر السّوء. والمجا هد من جا هد هواه.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: orang yang disebut hijrah/
pindah yaitu orang yang pindah dari kelakuan buruk. Adapun orang yang disebut
jihad/ perang yaitu orang yang bisa menahan/memerangi hawa nafsu.
(Risalatus Shiyam)
Selama berpuasa kita dituntut untuk mengendalikan hawa nafsu kita, baik kebutuhan
nafsu biologis dari makan dan minum. Maupun nafsu seksual berkumpul dengan
istri. Sesuatu yang halal kita dituntut untuk meninggalkannya saat kita
berpuasa. Tentu terhadap sesuatu yang haram akan lebih mudah kita
meninggalkannya. Sifat ini akan mendidik kita di luar Ramadhan untuk selalu
mengontrol hawa nafsu kita. Sering dalam kehidupan sehari-hari kita lihat
banyak orang sudah memiliki gaji yang cukup namun masih melakukan korupsi.
Sudah mempunyai istri yang cantik namun masih senang berzina. Orang
seperti ini nafsunya telah mengalahkan akal dan imannya. Ia telah diperbudak
hawa nafsunya.Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya Allah telah
menjanjikan untuknya tempat yang penuh nikmat yaitu surga yang amat indah dan
luas. Sebagaimana firman Allah:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ
رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى - فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhanya, dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”.
Puasa bisa memenangkan nafsu amarah dan
menurunkan kekuataannya
yang disalurkan dalam anggota tubuh, seperti mata, lidah,
telinga, dan kemaluan. Dengan berpuasa, akivitas nafsu menjadi lemah. suatu
pepatah mengatakan, “jika nafsu lapar, semua anggota tubuh akan kenyang.
Sebaliknya, jika nafsu kenyang, semua anggota tubuh akan lapar.” [40]
Jika seseorang telah meninggalkan hawa nafsunya dan
kelezatan hidupnya yang selalu ia hadapi sepanjang waktu hanya untuk
mengimplementasikan perintah Allah dan tunduk pada perintah Allah dan tunduk
pada petunjuk agamanya selama satu bulan penuh dalam kurun waktu setahun dengan
memperhatikan (ketika menghadapi makanan yang menggiurkan, minuman dingin yang
menyegarkan, buah-buahan yang matang, dan lain sebagainya) agar dirinya tetap menahan
nafsunya untuk tdak melahap itu semua padahal
menginginkan makanan itu, maka pastilah dari perhatian yang selalu
mengiringi setiap akttivitas yang berulang-ulang ini, dalam diri orang yang
berpuasa terbentuk singgasana pengawasan Allah swt. Dan rasa malu kepada-Nya kalau ia melihatnya
melarang-Nya.[41]
Puasa sesungguhnya merupakan perjuangan terhadap diri sendiri untuk
menemukan jati diri kita masing-masing, juga untuk menanamkan rasa cinta kepada semua manusia. Manusia yang
normal, justru mereka yang memilki dua potensi diri yang sangat mempengaruhi
aspek kepribadian. Yaitu fitrah kesucian, selalu berkiblat kepada Allah swt.
Dan nafsu syahwat yang berakibat kepada godaa setan. Inilah yang harus
dinetralisir oleh puasa, sehingga kedua potensi diri manusia itu sejalan
menurut sunatullah dan ridhaNya. Dan ini merupakan kunci puasa berhasil sukses menempati posisi diri menjadi orangyang bertaqwa.
Seseorang yang dapat
mengendalikan hawa nafsu, berpengaruh baik untuk kebutuhan biologis dari makan
dan minum maupun nafsu seksual berkumpul dengan istri, sesuatu yang halal
dituntut untuk meninggalkannya saat
berpuasa. tentu dalam hal haram akan lebih mudah untuk meninggalkannya. Efek
psikologis sifat ini akan mendidik kita diluar ramadhan untuk selalu mengontrol
hawa nafsu.
Dalam kehidupan
sehari-hari sering kita lihat banyak orang sudah memiliki gaji banyak masih korupsi,
sudah memiliki istri cantik masih berzina, pelajar yang difasilitasi kendaraan
orang tuanya malah digunakan untuk bolos, ikut geng motor, dan mengumbar
kesenangan lainnya, orang yang seperti ini tidak dapat mengendalikan hawa
nafsunya. Jika hal ini tidak dihentikan
maka, akan merusak karakter bangsa.
Psikologi pendidikan
sangat erat kaitannya dengan pengendalian hawa nafsu, karena orang yang dapat
mengendalikan hawa nafsu jiwanya akan terdididk baik dan hanya hal-hal yang
bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.
6. Kecerdasan Emosi
وما وعاء ابغض الى الله من
بطن ملئ من حلال فكيف اذا ملئ من حرا م.
Tidak ada tempat yang lebih dibenci Allah
kecuali perut yang terisi penuh dengan makanan halal apalagi perut yang
penuh dengan makanan haram. (Risalatus Shiyam)
Sesuai hakikat puasa puasa adalah menahan diri
dan menahan hawa nafsu bukan membunuh hawa nafsu, puasa mendidik manusia agar
dapat melakukan pengendalian diri (self controll) dan pengaturan diri
(self
regulation). Emosi memiliki kecenderungan yang bersifat negatif.
Menurut Sigmund Freud, hawa nafsu (id) manusia lebih mengedepankan prinsip
keinginan semata untuk mencapai kesenangan. Karena manusia tidak dapat
mengendalikan diri baik emosi maupun nafsu, tidak sedikit manusia yang
sebelumnya terhormat kemudian terjatuh karena ketidaksanggupan mengendalikan
diri. Orang yang seperti ini digambarkan dalam Al-Quran tergolong derajat yang
paling rendah. ”Kemudian kami kembalikan manusia dalam keadaan yang
serendah-rendahnya. (QS. At-Tin:5)
Kecerdasan
emosi juga meliputi rasa empati, motivasi diri (self motivation) dan kecakapan
sosial, bergaul dan berinteraksi dengan orang lain (social skill). Ketika seseorang
sedang berpuasa sama-sama marasakan haus dahaga, lapar sebagaimana dirasakan
oleh orang-orang yang tidak punya atau orang miskin, dari situlah sebagai orang
yang berkecukupan bahkan kekayaannya berlimpah ruah, ketika sedang
berpuasa ia turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang
serba kekurangan betapa penderitaan dan kesedihan yang senantiasa menyertai
hidupnya.
Kecerdasan emosi sangat berperan penting dalam
mengendalikan emosi seseorang, sehingga menentukan orang itu mudah setres atau
tidak dalam kehidupan sehari-hari. Cicri-ciri orang yang memiliki kecerdasan
emosi yang tinggi, yaitu tidak mudah setres. Sebaliknya, seseorang yang
kecerdasannya rendah akan mudah tersinggung, frustasi, marh-marah, depresi,
setres dan lain-lain. [42]
Oleh karena itu, seseorang perlu terus
meningkatkan kecerdasan emosi. Salah satu caranya dengan rutin menjalankan
ibadah puasa. Dengan berpuasa insyaAllah, kecerdasan emosi seseorang
akan terarah, sehingga kemampuan mengendalikan emosinya semakin meningkat. Demikian
pula dengan kualitas iman dan takwa, mampu mengatasi dan mencegah setres, rasa
tertekan, frustasi serta depresi. Kondisi mental demikian berdampak baik
terhadap kualitas kesehatan fisik seseorang, sehingga dapat terhindar dari
sesgala penyakit.
secara psikologis, manusia tidak
hanya diukur atau dinilai dari derajat kecerdasan atau intelligence quotient
(IQ)-nya, tetapi juga EQ-nya. Kecerdasan emosi (EQ) berpengaruh terhadap
pembentukan sifat seseorang antara lain dermawan, santunan terhadap fakir miskin,
sabar rela berkorban,kasih saying, dan rasa kepedulian. Sedangkan, IQ
berpengaruh terhadap bertambahnya rasa percaya diri dan meningkatkan daya
ingat, serta nalar seseorang.
Meningkatnya kemampuan
mengendalikan diri ketika berpuasa erat kaitannya dengan meningkatkan
kecerdasan emosi seseorang karena orang yang berpuasa terlatih untuk sabar,
tenanag dan tidak cemas. Lebih dari itu, puasa akan menghilangkan berbagai
penyakit hati yang mengganggu kesehatan jiwa, seperti dendam,dengki, riya’, dan
takabur. Puasa merupakan wahana penampaan mental hingga seseorang kuat bertahan
menghadapi cobaan, serta siap mengahadapi perjuangan dan pengorbananyang lebih
berat.[43]
Puasa
bukan Cuma menaha lapar dan menahan haus. sebab jika hanya menahan lapar dan
haus maka telah terjebak dimensi fisik belaka. Puasa lebih condong pada dimensi
kejiwaan. Atau lebih tepat lagi, memadukan dimensi fisik dan dimensi kejiwaan.
Sebab, factor jiwa ternyata memegang peranan penting dalam berpuasa.
Penekanannya bukan puasa fisik melainkan lebih pada pngendalian yang bertumpu
pada keikhlasan.[44]jiwa
memiliki pengaruh besar jauh lebih dominan disbanding dengan fisik. Segala
aktivitas fisik kita bersumber dari jiwa. Baik yang kita kehendaki atau yang
berada di luar kesadaran alias alam bawah sadar. Sebab jiwa adalah software kehidupan
kita.
7. Nilai
Rasa Sosial
ومن وطئ فى نهار رمضان عامد
فى الفرج فعليه القضاء والكفّارة وهي عتق رقبة مؤمنة وإن لم يجدها فصيام شهرين متتابعين
فإن لم يستطع فإطعا م ستّين مسكينا لكلّمسكين مدّ.
Barang siapa yang berkumpul (suami-istri) pada
siang bulan ramadhan dengan sengaja. maka, orang tersebut wajib qadha’ dan
denda. Dendanya yaitu memerdekakan buda’ perempuan yang mukmin. Jika tidak
mampu maka wajib puasa 2 bulan berturu-turut. Jika tidak mampu lagi maka wajib
memberi makan 60 orang miskin. Setiap 1 orang miskin 1 mud(ons).
(Risalatus Shiyam: 17)
Dalam ibadah puasa, Islam memandang
manusia memiliki kesamaan derajat. Mereka yang memiliki banyak harta, status
sosial yang yang tinggi, memiliki dolar, atau yang mempunyai sedikit
rupiah, atau bahkan orang yang tak memiliki sepeserpun ketika sedang berpuasa ,
tetap merasakan hal yang sama yaitu : lapar dan haus. Puasa ramadhan memberikan
pendidikan kepada kaum muslimin tentang sikap egaliter, kesetaraan dan tidak
diskriminatif berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah . jika sholat
mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan bagi insan muslim,
haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia diwajibkan
bagi yang mampu, maka puasa adalah kefakiran total insan bertakwa yang
bertujuan mengetuk sensitivitas manusia dengan metode amaliah (praktis),
bahwasanya kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri.
Puasa akan menumbuhkan rasa kasih
sayang terhadap orang miskin. Sebab ketika orang yang berpuasa merasakan
keepedihan rasa lapar pada beberapa waktu, dia akan berpikir, bagaiman jika
keadaan itu terjadi setiap hari. Pikiran itu akan mendorongnya untuk mengasihi
orang miskin. Dengan demikian ia akan mendapat pahala disisi Allah swt.
Puasa terkadang dapat menyetarakan
orang yang berpuasa dengan orang-orang miskin, yaitu dengan ikut menanggung
atau merasakan penderitaan mereka. Tindakan seperti ini akan mengangkat
kedudukannya disisi Allah swt.[45]
Salah satu nilai yang terkandung
dalam ibadah puasa adalah nilai social, nilai erat kaitannya dengan kehidupan
bermasyarakat. Sejauh mana seseorang mimilki jiwa social yang tinggi, sejauh
itu pula dapat mengejewantahkan apa yang ada pada dirinya dengan cara
berkumpul, berbaur, dengan masyarakat luas. Hal ini sangat sejalan dengan
fitrah manusia yakni sebagai makhluk social. Yang artinya sekuat apapun dia,
pasti membutuhkan yang lain, apalagi sebaliknya.
Dalam pembahasan diatas disebutka
bahwa nilai social yang ada dalam ibadah puasa ini contohnya adalah dengan
menahan lapar dan dahaga, kita bisa merasakan kondisi fakir miskin saat itu
yang dalam kondisi kekurangan, betapa sengsara dan payahnya kehidupan mereka,
dari sinilah jiwa social atau nilai social akan lahir. Kemudian menjadi
kebiasaan baik yang dapat dilakukan semua orang dengan membantu fakir miskin,
member sedekah serta meringankan bebannya.
Nilai social merupakan salah satu
dari aspek psikologis manusia yang sifatnya tak tampak, karena hal ini
berhubungan dengan jiwa. Dengan ibadah puasa erat klkaitannya dengan nilai social
yang akan menimbulkan rasa simpati, empati, dan belas kasihan terhadap sesama.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan kita dapat disimpulkan bahwa dalam kitab Risalatus Shiyam terdapat
beberapa nilai pendidikan islam yang terkandung dalam ibadah puasa yang
ditinjau dari psikologi pendidikan.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam ibadah puasa perspektif psikologi pendidikan dalam kitab
tersebut, diantaranya: Nilai kesabaran, Kejujuran, Nikmat yang haru disyukuri,
Kedisiplinan, Pengendalian hawa nafsu, Kecerdasan emosi, dan nilai Sosial.
Nilai
pendidikan tersebut dapat diajdikan sebagai referensi dan informasi untuk
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peneliti,
berkesimpulan bahwa nilai ibadah puasa dalam kitab Risalatus Shiyam memiliki
pesan yang mendidik secara kejiwaan.
B. Saran-Saran.
Hendaknya
meneliti berbagai nilai-nilai yang terdapat dalam kitab Risalatus shiyam karena
masih banyak nilai-nilai yang perlu lebih dalam untuk diteliti.
Nilai-nilai
yang terkandung harus terus ditanamkan pada diri manusia tidak lain untuk
memberikan penghayatan yang cukup mengenai hakikat puasa, dan hakikat puasa itu
sendiri adalah baaiman mengendalikan hawa nafsu sehingga dapat displikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Puasa
memberikan dampak yang positif bagi individu yang melaksanakan dan tempat untuk
menempa untuk berbagai macam nilai yang mengandung dalam pendidikan. Akan
tetapi hanya sekeddar menahan haus dan lapar bahkan perbuatan “menyiksa diri”.
Terlebih dari itu harus dilaksanakan dengan benar berdasarkan ketentuan agama.
Denagan demikian puasa sangat besar manfaatnya dalam pembentukan kualitas
pribadi manusia dan akan mengangkat derajad bagi orang-orang yang
melaksanakannya baik di dunia maupun di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Achmad Suyuti. nuansa ramadhan, Jakarta :
Pustaka Imani, 1996.
2. Achmadi. Islam Sebagai
Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta:
Aditya media, 1992.
3.
Agus efendi.
puasa dan i’tikaf kajian berbagai madzhab, bandung: PT. Remaja Rosrdakarya,
199.
4.
Agus Mustofa, Untuk Apa Berpuasa?,
Surabaya:Bina Ilmu, 2004, hal.98
5. Ahmad D.
Marimba. Pengantar
Filsafat Pendidikan, Bandung : Al Ma’arif, 1989.
6.
Amir Faisal, Yusuf. Reorientasi pendidikan Islam, Jakarta : Gema
Insani Press, 1995.
7. H.Titus. Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta :
Bulan Bintang, 1984.
8. Hembing Wijayakusuma. puasa itu sehat, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1999.
9.
http://eprints.stainsalatiga.ac.id/678/.
Diakses Tanggal 27/04/2014
11.
Imam musbikin, obati kankermu dengan
mukjizat puasa, Jogjakarta: sabil, 2013, hal.108
12.
Laila Aisyah, Kisah-kisah dahsyat &
Inspiratif dibalik keberkaha puasa senin kamis, Yogyakarta: Lafal
Indonesia,2012, hal.80
13.
Mahmud. metode penelitian pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
14. Mu’ammal Hamidy dan Imron A.manan. Tafsir Ayat Ahkam 1, Surabaya:
Bina Ilmu\\ offset, 2011.
15. Muhaimin dan
Abdul Mujib. Pemikiran
Pendidikan Islam, Bandung:
Trigenda Karya, 1993.
16.
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Rajagrafindo Persaja, 2011
17.
Muhammad Ibrahim Salim, The miracle of
Shaum, Jakarta:Bumi Aksara, 2009,
18.
Muhammad syah Ismail. filsafat hukum
islam, Jakarta:Bumi Aksara, 1999.
19. Mustika Zed.
Metode Yusuf Amir
Faisal, Reorientasi pendidikan Islam, Jakarta : Gema
Insani Press, 1995.
20.
RHA Soenarjo. AL-Qur’an dan
terjemahnya, Semarang: Al
Wa’ah, 1993.
21.
Sabiq,
Sayyid. fiqih sunnah 2, Tt: PT Tinta Abadi Gemilang, 2013.
22.
Suharsimi, Arikunto. prosedur penelitiansuatu penddekatan praktek, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2010.
23.
Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama,
Bandung: Pusataka Bani Quraisy, 2005
24. Thoha Chabib. Kapita Selekta
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
25.
Ubaidillah Saiful Akhyar, Dahsyatnya Terapi
puasa, Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2013, hal.34
26.
ulfah Isnati. fiqih ibadah, ponorogo: STAIN po
Press, 2009.
27.
W.J.S. Purwadarminta. Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka, 1999.
28. Wahjoetomo.puasa dan
kesehatan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
29. Zuhairini. Filsafat pendidikan Islam, Jakarta : Bina Aksara, 1995.
30.
[4]
Imam al-Ghazali,
Ihya’ ‘Ulumiddin,
[5] Isnati ulfah, fiqih ibadah, Ponorogo:STAIN
po Press, 2009, hal. 4
[7] http://herryaliandi.blogspot.com/2014/01/kenangan-indah-ibadah-puasa.html,
diakses tanggal 27/04/2014
[11] Mu’ammal Hamidy dan Imron A.manan,Tafsir Ayat Ahkam 1, Surabaya:
Bina Ilmu offset, 2011,hal.141.
[16]H. Titus, M.S, et al, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta : Bulan
Bintang, 1984, hal. 122.
[17] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran
Pendidikan Islam, bandung: Trigenda Karya, 1993, hal. 110.
[18] HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan
Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, hal. 61.
[19] Ibid, hal. 63.
[20]
Ahmad D. Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan Bandung : Al Ma’arif, 1989 hlm.21
1992, hlm. 14.
[22]
Ibid, hal.15
[24] Zuhairini, et. al. Filsafat
pendidikan Islam, ,Jakarta : Bina Aksara, 1995, hal. 159.
[25] RHA Soenarjo,
et. al, AL-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: Al Wa’ah, 1993,
hal.862
[26] Yusuf Amir Faisal, Reorientasi
pendidikan Islam ,Jakarta : Gema Insani Press,1995,
hal. 96.
[27]
Ibid, hal.96
[32]
http://adkur27.blogspot.com/2010/08/sejuta-manfaat-puasa-ramadhan-dari-segi.html,
diakses tgl 10/05/2014.15:40
[33] Suharsimi Arikunto,
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hal.129.
[34]
Suharsimi
Arikunto, prosedur penelitian, Jakarta: Asdi mahasatya, 2010, hal.201
[35]
Imam Musbikin, obati kankermu dengan mukjizat puasa, Jogjakarta:Buku
Kita, 2013, hal.275
[36]
Agus Efendi, puasa dan I’tikaf kajian berbagai
madzhab, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, hal. 87
[37]
Ubaidillah Saiful Akhyar, Dahsyatnya puasa,
Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2013, Terapi hal.62
[38]
Ubaidillah Saiful Akhyar,
Dahsyatnya puasa, Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2013, Terapi hal.34
[39]
Laila Aisyah, Kisah-kisah dahsyat
& Inspiratif dibalik keberkaha puasa senin kamis, Yogyakarta: Lafal
Indonesia,2012, hal.80
[40]
Agus efendi, puasa dan i’tikaf
kajian berbagai madzhab, bandung: PT. Remaja Rosrdakarya, 199,hal. 87
[41]
Muhammad Ibrahim Salim, The miracle of
Shaum, Jakarta:Bumi Aksara, 2009, hal.70
[42] Imam musbikin, obati kankermu dengan mukjizat
puasa, Jogjakarta: sabil, 2013, hal.108
[43]
Ibid, hal.108
[44]
Agus Mustofa, Untuk Apa Berpuasa?,
Surabaya:Bina Ilmu, 2004, hal.98
[45]
Agus effendi, puasa dan I’tikaf kajian
berbagai madzhab, Bandung:Remaja posdakarya, 1996,hal.89
Tidak ada komentar:
Posting Komentar