Selasa, 24 Februari 2015

Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Puasa (Ditinjau Dari Psikologi Pendidikan)



A.      Latar Belakang
Pendidikan merupakan institusi pembentukan dan pewarisan serta pengembangan budaya umat manusia. Tujuan pendidikan Islam bukan sekedar masalah-masalah dunia semata, akan tetapi menyangkut perpaduan rohani dan jasmani.
Pendidikan Agama Islam tidak hanya menyiapkan seseorang anak didik memainkan peranannya sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat saja, tetapi yang lebih utama adalah sebagai khalifah Allah swt.
Oleh karena itu, antara manusia dengan tuntutan hidupnya saling berpacu berkat dorongan dari ketiga daya tersebut, maka pendidikan merupakan sarana utama yang dibutuhkan untuk pengembangan kehidupan manusia, dalam dimensi yang setara dengan tingkat daya cipta, daya rasa, dan daya karsa masyarakat beserta anggota-anggotanya.
 Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan, karena manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan dalam arti yang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan. Mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka serta generasi penerus mereka. Manusia dewasa yang berkebudayaan, terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki masyarakat suatu bangsa.[1]
Proses pendidikan yang berlangsung di dalam interaksi yang pluralitas (antara obyek dengan lingkungan alamiah, sosial dan kultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab, kedudukan manusia adalah sebagai subyek dan obyek di dalam masyarakat, hal ini memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi manusia, memelihara alam lingkungan bersama. Bahkan manusia bertanggung jawab atas martabat kemanusiannya (human dignity).
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaran ajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan al-Hadist.
Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat universal yakni al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih juga pendapat para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat Ahmad D. Marimba yang menjelaskan bahwa yang menjadi landasan atau dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan sehingga isi al-Qur’an dan al-Hadis menjadi fundamen, karena menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan.[2]
Proses pendidikan agama islam yang didahului dan dialami siswa di sekolah dimulai dari tahap kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang trerkandung dalam ajaran islam untuk selanjutnya menuju katahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama kedalam diri sisiwa dalam arti manghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan kayakinan siswa menjadi lebih kokoh jika dilandasi dengan  pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama islam. Melalui tahapan afreksi tersebut siswa diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam dirinyadan tergerak untuk mengamalakan dan mentaati ajaran islam pada tahapan psikomotorik yang telah terinternalisasi dalam diri siswa. Dengan demikian akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
Dan diantara tanda-tanda adanya keimanan adalah jika seorang mu’min tidak mau memenuhi keinginan hawa nafsunya. Yang membedakan manusia dengan binatang adalah hawa nafsunya. Jika seseorang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya, maka manusia tidak akan lebih dari binatang.
Selama ini masih banyak sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan yang menunjukkan sikap kurang terpuji, banyak pelajar yang  terlibat tawuran, melakukan tindakan kriminal serta tingginya prosentase penggunaan obat-obatan terlarang yaitu sekitar 50-70% pada tingkat SLTP dan SMU dari pene;litian yang ada di jakarta. Selain itu juga masih meluasnya Korupsi, Kolusi, Nepotisme disemua sektor kemasyarakatan. Hal ini merupakan isyarat masih lemahnya kendali akhlak didalam diri seseorang, sehingga ia bersifat konsumtif, berperilaku hidup mewah dan mudah tergoda untuk berbuat tidak baik.[3]
Untuk itu, sebagai manusia yang beriman seyogyanya kita dapat mengendalikan hawa nafsu kita, salah satu caranya adalah dengan berpuasa . Karena Puasa merupakan  media yang  sangat tepat untuk mengekang  hawa nafsu dan pengendalian diri. Puasa merupakan suatu kewajiban, sesuai dengan perintah Allah yang terdapat pada AlQur’anSurat Al  -Baqarah ayat 183:
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ  

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”


Allah SAW tidak mensyari’atkan ibadah melainkan mesti mengandung unsur pendidikan yang membawa kepada jiwa  taqwa, membiasakan manusia patuh atas segala perintah-Nya.
Puasa adalah suatu ibadah kepada Allah, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Puasa itu merupakan benteng yang dapat menahan manusia dari perbuatan keji, seperti berkelahi, mengumpat, menggosib dan sebagainya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin:
إِنَّما الصّوم جنّة فاذا كان احدكم صائما فلا يرفث ولا يجهل وان امرؤ قاتله
اوشاتمه فليقل اني صائم اني صائم

“Puasa itu perisai, apabila salah seorang dari padamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesungguhnya saya sedang berpuasa.”(H.R. Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)[4]



Ibadah puasa tidak sebagaimana ibadah lainnya seperti shalat, zakat dan haji yang lebih berdimensi lahiriah dan bersifat terbuka. Puasa lebih berdimensi personal dan batin, karena itu pada dasarnya tidak ada yang tahu bahwa seseorang itu berpuasa kecuali Allah dan pelakunya. Sebagaimana sabda Nabi saw. Dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin

Dengan posisinya yang demikian itu, puasa dapat menjadi pilar atau basis pembentukan mental yang strategis bagi pelakunya sehingga menjadi orang yang berkarakter baik sebagaimana fitrahnya yaitu jujur dengan tanpa kontrol dari orang lain. Karena itu, puasa sering diidentikkan sebagai sebuah gerakan yang mengarah pada back to basic yang berujung pada ‘id al-fithri (kembali ke fitrah) dan syawwal yang berarti menaiki grafik standar kebaikannya. Puasa yang tidak berujung pada hal itu, patut diragukan keberhasilannya. [5]
Puasa menjadi sarana efektif penanaman sekaligus pengaplikasian nilai-nilai pendidikan Islam. Beberpa nilai-nilai pendidikan penting yang bisadigali dari pelaksanaan ibadah puasa diantaranya: pertama, puasa mengajarikita untuk senantiasa menahan dan mengendalikan diri. Karakter ini sangatdibutuhkan bukan hanya untuk pejabat, tetapi juga untuk rakyat, pelajar, guru,pegawai, pengusaha, dan sebagainya. Jika karakter ini sudah tertanam dantumbuh subur dalam setiap pribadi bangsa, setidaknya akan meminimalkanpraktek korupsi, kolusi, nepotisme, suap, dan praktek-praktek tercela lainnya. Kedua, ketika berpuasa kita juga dilatih dan ditempa untuk sabar,peduli akan sesama, rajin dalam beribadah dan aktivitas-aktivitas positiflainnya, disiplin dan peneladanan sifat-sifat Tuhan kepada diri manusia.Karakter sabar, disiplin, rajin dan peduli ini, sangat penting perannya gunamembawa bangsa bangkit dari krisis berkepanjangan. Ketiga, puasa mengajari kita untuk memiliki kepekaan (sense ofresponsibility) sensibilitas dan tanggung jawab sosial maupun pribadi.Salahsatu hikmah puasa, adalah penanaman solidaritas sosial dengan anjuran berbuatbaik sebanyak-banyaknya, terutama dalam bentuk tindakan menolong beban kaum fakir miskin. Jika hal ini bisa terus berjalan pada waktu lain di luar bulanpuasa, maka akan menjadi karakter bangsa yang patut disyukuri.Tafsir yang lebih luas, solidaritas sosial yang terpancar dalam dirisetiap pribadi muslim, menjadi bukti menyatunya keimanan dan amal saleh (perbuatan kebajikan). [6]
Dengan kata lain, puasa yang mulanya merupakan implementasi dari rukun agama semata, kemudian menjadi sebuah laku social yang sangat konstruktif. Karakter utama inilah yang diharapkan mampu menempati setiap pribadi bangsa sehingga menjadi pendulu perubahan dan perbaikan. Keempat, melalui puasa sebulan penuh kita dan umat islam pada umumnya akan dilatih, digembleng mempererat dan memperkokoh persaudaraan, senasip-sepenanggungan, mencintai dan menyayangi keluarga, memakmurkan tempat-tempat ibadah dan sebagainya.
Puasa juga mengajarkan kita agar bersikap optimis dan susah dahulu. Hal ini karena puasa mengajarkan pelakunya untuk rela menderita sementara waktu demi meraih keberhasilan ke depan. Puasa adalah sebuah dorongan untuk latihan produktif, sebab orang yang berpuasa menjadi terhindar dari jeratan hal-hal yang sifatnya temporer, dan instan (captive of here and now). Puasa kemudian berimplikasi pada efisiensi dan pengurangan sikap komsumtif-permissif.[7]
            Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tema di atas dengan judul “Dimensi Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Ibadah Puasa perspektif psikologi pendidikan”.
B.       Batasan Masalah
            Masalah yang akan diteliti dalam ibadah puasa adalah Dimensi Nilai-Nilai Pendidikan islam akan tetapi peneliti akan membatasi masalah dengan tujuan untuk lebih mensistematika pembahasan masalah ini agar tidak terlalu melebar dari sasaran sehingga akan mempermudah pembahasan dan penyusunan penelitian ini, yaitu dalam perspektif psikologi pendidikan.
C.      Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan di atas, maka dapat dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah  nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ibadah puasa perspektif psikologi pendidikan?
D.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ibadah puasa perspektif psikologi pendidikan.

E.       Manfaat Penelitian
1.    Bagi penulis,untuk menambah khazanah pengetahuan yang berkaitan dengan Nilai-Nilai Pendidikan Islam.
2.    Untuk dapat dijadikan sebagai tambahan informasi yang bersifat ilmiah, bagi mereka yang mendalami masalah yang ada kaitannya dengan penelitian

F.       Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini pada intinya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti, sejenis yang pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya sehingga tidak adanya pengulangan.
Dalam penelusuran awal sampai saat ini peneliti belum menemukan penelitian yang mengkaji tentang “Dimensi Nilai-Nilai Pendidikan islam dalam ibadah puasa perspektif psikologi pendidikan”.
 Namun Peneliti menemukan kemiripan dalam penelitian Iqbal Habib fakultas Tarbiyah INKAFA tahun 2013 tentang Nilai Pendidikan Islam dalam 5 Cm.
Dalam film itu, menurut penelitian Iqbal Habib memaparkan muatan materi pendidikan islam dalam 5 Cm, yaitu nilai nasionalisme.

G.    Sistematika Pembahasan
Sistematika Pembahasan dalam penelitian ini dibagi kedalam lima bab, sebagai berikut:
BAB I             : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulun.
BAB II            : landasan teori, berisi  tentang hal-hal yang berkaitan denganibadah puasa, antara lain meliputi pengertian puasa, syarat-syarat puasa, rukun puasa,hal-hal yang membatalkan puasa, macam-macampuasa dan nilai-nilai pendidikan dalam puasa.Selain itujuga dijelaskan tentang nilai pendidikan dalam puasa antara lain pengertian nilai , pengertian Pendidikan Islam, fungsi Pendidikan Islam, tujuan Pendidikan Islam dan nilai pendidikan dalam puasa.Serta dalambabini dipaparkan tentang nilai-nilai puasa dalam perspektif psikologi pendidikan, yaitu meliputi pengertian psikologi pendidikan dan nilai-nilai puasa dalam perspektif psikologi pendidikan.
BAB III          :Metode penelitian, menginformasikan metodologi yang digunakan untuk peneliti yang meliputi : rancangan penelitian, langkah pengumpulan datan dan teknis analisis data.
BAB IV          :Hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini dijelaskan tentang nilai-nilai pendidikan apa saja yang terkandung dalam ibadah puasa  ditinjau dari psikologipendidikan.
BAB V            : kesimpulan dan saran, merupakan bab terakhir berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang relevan untuk penelitian selanjutnya bagi mahasiswa dan lembaga terkait.


BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Ibadah Puasa
1.      Pengertian Ibadah Puasa
Menurut bahasa ibadah berasal dari bahasa arab ibadah bentuk masdar dari ‘abada yang berarti al-taah (taat), al-khuldlu (tunduk, mengikuti). Ibadah dalam arti taat dan tunduk srbagai mana dimaksud firman Allah: (QS. Yasin: 60):
 ألم أعهد إليكم يابني أدم أن لا تعبدواالشيطا ن إنّهلكم عدوّ مبين (يس:60)
Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu wahai bani adam supaya kamu tidak menyembah syaithan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

Pada dasarnya ibadah berarti merendahkan diri. Akan tetapi, ibadah yang diperintahkan dalam agama itu bukan sekedar ketaatan atau perendahan diri kepada Allah. Patuh kepada seseorang, tapi tidak mencintainya, tidak disebut ibadah; cinta tanpa kepatuhan pun bukan ibadah. Jadi cinta atau patuh saja nekum cukup untuk mewujudkan pengertian ibadah. Seseorang belum dapat dikatakan neribadah kepada Allah kecuali apabila ia mencintai kepada Allah, lebih dari cintanya kepada apapun dan memuliakan-Nya lenih dari segala yang lain-Nya. Bahkan ia harus meyakini tidak ada yang berhak atas cinta dan keptuhan yang senpurna kepada Allah.[8]
Pemahaman kita terahadap hikmah peribadatan menurut Al-Syatibi lebih jauh adalah: menunaikan perintah Allah, menaatinya dan sampai batas tersebut tidak jelas apa hikmah dan illat tertentu secara khusus bagi suatu ketetapan, karena jika hanya yang demikian itu yang dimaksud sengan peribadatan, tentu Allah tidak menetapkan suatu cara tertentu dalam perubadatan, karena penggunaa tersebut bula dilakukan dalam cara apapun tercapai selama ia diniatkan oleh pelakunya, namun kenyataan agama menunjukkan bahwa ibadat tidak demikian terbukti bahwa syara’ (Allah dan Rosul-Nya) menetapkan cara-cara dan bentuk-bentuk tertentu yang dinilai tidak sah bila menyalahinya.
Tatacara ibadat yang telah ditetaokan itu haaaaarus diterima dan diamalkan sebagaimana adanya, karena keberatan tentang bentuk atau cara tertentu dengan maksud mengubahnya dengan cara lain, tidak menghalangi adanya keberatan baru bagi cara yang telah diubah itu.
Misalnya puasa, mengapa harus smulam penuh, tidak dua minggu saja? Mengap ayang terlarang adalah makan, ,imu, dan hubungan sek, bukan hubungan sek saja? Mengapa ia harus berlanjut sampai terbenamnya matahari, tidak sampai tengah hari?
Keberatan-keberatan tersebut bula dipenuhi, pemenuhannya dalam bentuk apapun, masih dapat dipertanyakan dan menimbulkan keberataaan-keberatan baru oleh pihak lain.
Karena itu akal manusia tidak berperan dalam menetapkan bentuk-bentuk ibadah dalam pengertian yang sempit itu.
Dalam masalah keagamaan yang semacam ibadat inilah nampak secara jelas manfaat wahyu dan kebutuhan manusia terhadap bimbingan-Nya, yakni dalam hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, sebab seandainya hal tersebut pun dapat dijangkau olehnya, maka seperti yang dikatakan oleh filosof Al-Farab, “adalah lebih wajar bila  ia diserahkan saja kepada akal mereka, namun tidak demikiandalam kenyataan terbukti dengan kehadiran wahyu, melalui para Nabi sehingga ia membuktikan bahwaada hal-hal yang tidak terjangkau olehnya”, dan jika demikian, pemberitahuan wahyu dalam masalah yang demikian itu sifatnya (antara lain ibadat, pereistiwa-peristiwa di hari kemudian) tidak dapat tidak kecuali diterima sebagaimana adanya dan pada saat itu pun tidak relevan lagi kata-kata semacam mengapa, bagaimana, seandauny, dan lain-lain.[9]
Sedangkan puasa berasal dari kata al-saum yang berarti al-imsak ‘an al-syay’ (menahan diri dari sesuatu). Menurut al-Ragib, kata al-saum pada dasarnya berarti menahan diri dari perbuatan, baik makan, berkata, maupun apa saja. Oleh karena itu, kuda yang tidak mau berjalan atau makan disebut saim. Demikian juga angin yang ridak berhembus disebut saum dan tengah haripun dikatakan saum sebagai gambaran tentang terhentinya matahari di puncak langit. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa puasa itu mengandung ketenangan.
Ibadah puasa telah dikenal dan diwajibkan pada syari’at agama-agama sebelum islam. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam QS.al-Baqarah:183 :
ياايّها الذين امنوا كتب عليكم الصّيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلّكم تتّقون ايّاما معدودات(البقره:183)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu”.(al-Baqarah:183).[10]

2.      Macam-Macam Puasa
Menurut al-Zuhaily, Secara garis besar puasa ada empat macam, yaitu puasa wajib, sunnah, makruh, dan haram:
a.       Puasa wajib meliputi puasa ramadhan, puasa kaffarah dan puasa nadzar.
b.      Puasa sunnah banyak sekali macamnya meliputi puasa pada hari senin dan kamis, puasa 6 hari pada bulan syawal dan lain sebagainya.
c.       Puasa makruh antara lain puasa yang dilakukan sepanjang tahun, puasa hari sabtu atau jum’at saja.
d.      Puasa haram meliputi puasa sunnah yang dilakukan seorang wanita tanpa izin suaminya, puasa pada hari syak(hari ke-30 bulan sya’ban, dimana seseorang ragu apakah hari itu masih tanggal 30 sya’ban atau sudah tanggal 1 Ramadhan karena mendung), puasa pada hari raya Id al-Fitri, Id al-Adha, hari Tasyriq(11,12,13 Dzul Hijjah), dan puasa ketika haid dan nifas.
Allah SWT memperkenankan bagi orang yang sakit dan bepergian untuk berbuka dalam bulan ramadhan sebagai rahmat dan memberi kemudahan.
Hanya saja para fuqaha’ berbeda pendapat tentang sakit dan bepergian  yang bagaimanakah yang memboleh (seseorang) berbuka? Dalam hal ini ada beberapa pendapat.[11]

3.      Syarat-Syarat Puasa Ramadhan
Syarat puasa ramadhan:
1.      Islam
2.      Berakal
3.      Baligh
4.      Kuat untuk berpuasa
5.      Tidak bepergian
6.      Suci dari haidl dan nifas
7.      Dikerjakan pada hari-hari yang diperbolehkan berpuasa.[12]
4.      Rukun puasa:
1.    Menahan dari segala hal yang membatalkan puasa mulai dari tebit fajar hingga terbenamnya matahari
2.    Niat. Niat harus dilakukan sebelum fajarselama bulan ramadhan. Niat sah dilakukan bagian manapun dari waktu malam dan tidak disyaratkan harus diucapkan karena niat adalah amal hati, sementara niat tidak ada kaitannya dengan amal hati.[13]
5.      Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa dan mewajibkan qadla’, yaitu:
1.      Makan dan minum dengan sengaja
2.      Memasukkan sesuatu ke dalam rongga melalui dubur ataupun qubul
3.      Muntah dengan sengaja sekalipun diyakini tidak ada muntahan yang kembali masuk setelah keluar ke mulut.
4.      Bersetubuh meskipun tidak sampai inzal (keluar mani)
5.      Berupaya mengeluarkan mani dengan sengaja, seperti onani, menonton film porno, dan sebagainya.
6.      Haid. Ulama telah sepakat bahwa orang yang sedang haid haram dan tidak sah berpuasa.
7.      Nifas. Nifas adalah darah haid yang terkumpul dan tertunda keluarnya. Hukumnya sama dengan darah haid.
8.      Gila
9.      Makan, minum,atau melakukan hubungan seksual karena mengira matahari sudah terbenam atau fajar telah terbit.[14]

A.    Pendidikan Islam
1.        Pengertian Nilai Pendidikan Islam
Nilai artinya sifat (hal-hal) yang penting/ berguna bagi kemanusiaan.[15] Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan.[16] Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.[17]
Menurut Sidi Gazalba yang dikutip Chabib Thoha mengartikan nilai sebagai berikut :
Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.[18]
Sedang menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).[19]Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.
Istilah pendidikan dalam konteks islam lebih banyak dikenal dengan menggunakan al-tarbiyah, al-ta’lim, al-ta’dib, al-riyadhoh.setiap istilah tersebut mempunyai arti dan makna yang berbeda, karena perbedaan teks dan konteks kalimatnya, walaupun dalam hal-hal tertentu mempunyai makna yang sama.
Kelima istilah diatas, oleh pemikir sering digunakan untuk menyebut praktek pendidikan islam adalah termonolog al-tarbiyah. Menurut Imam Al-badlawi, al-tarbiyah mempunyai makna menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna.
Pengertian secara luas, pendidikan dapat diartikan suatu aktivitas untuk mengembangkan aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain bahwa pendidikan tidak berlangsung hanya di dalam kelas, tapi berlangsung pula di luar kelas, pendidikan bukan bersifat formal saja tetapi menyangkut pula non fornal.
Bagi umat islam agama merupakan dasar utama dalam mendidik anak-anaknya melalui sarana pendidikan. Karena dengan  menanamkan nilai-nilai agama akan membantu terbentuknya sikap dan kepribadian anak kelak pada masa dewasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai islam.
Sedang pendidikan Islam menurut ahmad D Marimba adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[20] Senada dengan pendapat diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.[21] Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat.  Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.[22]
2.        Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dasar-dasar pendidikan dapat di tinjau dari berbagai segi:
a.       Dasar yuridis yaitu dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Indonesia telah memberikan landasan bagi pendidikan termasuk pendidikan agama Islam, secara yuridis pendidikan agama Islam memiliki tiga dasar yaitu:
b.      Dasar Ideal Yaitu Pancasila, sila pertama, yang berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa”.
c.       Dasar Struktural Yaitu UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
1.        Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.        Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaanya itu.
d.      Dasar Operasional Yakni dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Dasar operasional itu terdapat dalam Undang-Undang tentang SISDIKNAS tahun 2003 terdapat dalam Bab III tentang Prinsip penyelenggaraan Pendidikan yaitu tercantum dalam Pasal 4 ayat 1, yang berbunyi : ”Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.”
e.        Dasar Religius atau agama
1.      Al-Quran
 Al-Quran merupakan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman hidup seluruh umat manusia. Beberapa ayat Al-Quran yang bisa dijadikan sebagai dasar Pendidikan Agama Islam yang berfungsi sebagai petunjuk, adalah firman Allah dalam Surat Al Isra ayat 9, yang berbunyi: “Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”
2.      As Sunah
As Sunah merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran. As Sunah juga berfungsi sebagai pedoman hidup umat manusia. Menurut Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman, As Sunah secara bahasa berarti:
a.         Jalan yang ditempuh.
b.         Perbuatan yang senantiasa dilakukan.
c.         Adat kebiasaan.
d.        Sebagai lawan dari kata “bidah”.
Sedangkan pengertian As Sunah secara istilah adalah perkataan-perkataan atau ketetapan-ketetapan Nabi Muhammad SAW yang berhubungan dengan pembentukan hukum (1994: 97-98). Banyak sekali hadits-hadits Nabi yang menjadi rujukan bagi dasar Pendidikan Agama Islam diantaranya:
اطلب العلم ولو باالصين فإنّ طلب العلم فريضة على كلّ مسلم و مسلمة (رواه ابن عبدالبر)
 “carilah ilmu walau sampai ke Negeri Cina. Maka sesungguhnya mencari ilmu itu   kewajiban bagi setiap orang islam pria dan wanita”.(HR. Ibnu Abdul Bari)

3.      Ijtihad
dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Quran dan As- Sunnah. Ijtihad di bidang pendidikan ternyata sangat dibutuhkan karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan.Sedangkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah pembahasan pendidikan hanya bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsip saja, bila ada yang terperinci hanya sekedar contoh dalam menerangkan yang pokok-pokok atau prinsip-prinsip tersebut. Oleh sebab itu, Ijtihad dalam pendidikan juga sangat dibutuhkan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
f.       Dasar Sosial Psikologis
Semua di dalam hidupnya selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut agama. Disadari atau tidak, manusia merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa, tempat berlindung dan memohon pertolongan. Menurut Al-Syaibani, manusia mempunyai kecenderungan beriman kepada kekuasaan tertinggi, yang menguasai jagad raya ini kecenderungan itu dibawa sejak lahir.Setiap manusia mengalami perubahan karena terus tumbuh dan berkembang, pertumbuhan tersebut bersifat jasmani maupun kejiwaaan, salah satu tugas pendidi kan adalah memberikan pendidikan agar pertumbuhan anda dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia agar pendidikan yang dilaksanakan berhasil sesuai dengan yang dicita-citakan. [23]
3.        Tujuan Pendidikan Islam
       Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup.[24]    Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan para ahli. Menurut Ahmadi, tujuan pendidikan Islam adalah sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk Allah SWT yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya.22 Firman Allah SWT dalam Al Qur’an :
وما خلقت الجنّ و الا نس الّا ليعبدون  (الذاريات:56)
“Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku” (QS. Adz-Dzariyat : 56).[25]

            Yusuf Amir Faisal merinci tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:
a.         Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdloh.
b.         Membentuk manusia muslim disamping dapat melaksanakan ibadah mahdlah dapat juga melaksanakn ibadah muamalah dalam kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu.
c.         Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT sebagai pencipta-Nya.
d.        Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki masyarakat.
e.         Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu –ilmu Islam yang lainnya. [26]
Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
a.         Menyiapkan dan membiasakan anak dengan ajaran Islam sejak dalam kecil agar menjadi hamba Allah SWT yang beriman.
b.        Membentuk anak muslim dengan perawatan, bimbingan, asuhan, dan pendidikan pra natal sehingga dalam dirinya tertanan kuat nilai-nilai keislaman yang sesuai fitrahnya.
c.         Mengembangkan potensi, bakat dan kecerdasan anak sehingga mereka dapat merealisasikan dirinya sebagai pribadi muslim.
d.        Memperluas pandnag hidup dan wawasan keilmuan bgi anak sebagai makhluk individu dan social.[27]
4.        Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Ibadah Puasa
1.      Ibadah puasa dapat mendidik manusia menjadi pribadi muslim yang bertaqwa
Tujuan utama Allah SWT. mensyari’atkan ibadah puasa adalah supaya manusia bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam teks Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat ke 183 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah:183)

Muhammad Ibrahim At-Tuwaijiri mengemukakan bahwa ibadah puasa merupakan sarana untuk mendidik atau membentuk  manusia, supaya dapat menjadi pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT. dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan yang telah ditentukan. Dimana didalam ibadah puasa ada hal-hal yang harus dikerjakan sebagai syarat atau rukun ibadah puasa dan ada pula hal-hal yang harus ditinggalkan supaya ibadah puasa yang dikerjakan dapat diterima disisi Allah SWT.
Inilah hal utama yang menjadi nilai pendidikan Islam yang dapat diambil dari ibadah puasa, dimana pendidikan didalam islam diarahkan pada tujuan utama diciptakannya manusia yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT, mengerjakan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang (Taqwa). [28]
2.      Ibadah puasa dapat menjadi sarana pendidikan akhlak dan latihan jiwa
a.         Mendidik manusia berjiwa sosial tinggi
b.         Mendidik manusia untuk bersikap jujur dan amanah
c.         Mendidik manusia untuk hidup sederhana
d.        Mendidik manusia untuk bersifat sabar dan sederhana
e.         Mendidik manusia untuk mengendalikan hawa nafsu
3.      Ibadah Puasa Sebagai Sarana Pendidikan Jasmani
Menurut Prof. Hembing Wijaya Kusuma dalam bukunya Puasa itu Sehat, kegunaan puasa terhadap kesehatan meliputi berbagai aspek, yaitu aspek perlindungan, pencegahan, dan pengobatan diantaranya[29]:
a.       Memberikan istirahat kepada alat pencernaan
b.      Membebaskan tubuh dari racun, kotoran dan ampas
c.       Puasa mencegah dan menyembuhkan penyakit mag
d.      Memblokir makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker
e.       Waktu berpuasa merupakan kesempatan yang paling baik untuk menjaga dari segala kebiasaan yang membahayakan.[30]
B.     Nilai-Nilai Puasa dalam Perspektif Psikologi Pendidikan.
1.      Pengertian Psikologi Pendidikan
Singgih Dirgagunarso mendefinisikan psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. sedangkan dalam pengertian lain psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individumaupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan.
Ngalim mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, lebih khususnya tingkah laku manusia. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang - cabang psikologi bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan. Cabang-cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam pendidikan, sehingga dikenal dengan istilah psikologi pendidikan.
Chalidjah Hasan menjelaskan psikologi pendidikan adalah ilmu yang berorientasi pada penemuan dan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik-teknik psikologi ke dalam pendidikan.Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses -proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.
Menurut Muhibin Syah pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Menurut Tardif Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan.
Secara sederhana, Psikologi Pendidikan dapat diartikan sebagai studi kejiwaan dari bidang pendidikan atau studi tentang proses pendidikan. Yang dimaksudkan adalah bahwa studi kejiwaan atau proses pendidikan tersebut diarahkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pendidikan dan pengajaran.
     Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa, Psikologi Pendidikan adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pemahaman gejala kejiwaan dalam tigkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau membina perkembangan kepribadian manusia. Jadi segala gejala-gejala yang berhubungan dengan proses pendidikan dipelajari secara mendalam.

2.      Nilai-Nilai Puasa dalam Perspektif Psikologi Pendidikan
            Dalam diri manusia terdapat 2 naluri yang saling bertentangan, yaitu naluri hewan dan naluri malaikat. Agar manusia tidak terlalu terpengaruh oleh naluri hewan, maka manusia harus dapat mengendalikan dirinya. Salah satu ciri jiwa yang sehat adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri. Puasa merupakan salah satu metode pengendalian diri yang sangat ampuh, sehingga puasa akan membawa nilai yang positif dalam aspek psikologis, diantaranya adalah:
a.       Puasa sebagai sarana yang efektif untuk merenovasi jiwa-jiwa yang terperosok ke dalam lubang keingkaran, sehingga akan terpancar nilai-nilai ilahiyyah.
b.      Puasa dapat meningkatkan derajat perasaan atau Emotional Quotient(EQ)Manusia.
c.       Puasa sangat erat kaitannya dengan kemampuan menahan diri,termasuk di dalamnya adalah pengendalian diri dari sikap emosional.[31]
Manfaat Psikologis:
1.      Manfaat puasa terjadi peningkatan komunikasi psiko sosial baik dengan Allah dan sesama manusia. Hubungan psikologis berupa komunikasi dengan Allah akan meningkat pesat, karena puasa adalah bulan penuh berkah. Setiap doa dan ibadah akan berpahala berlipat kali dibandingkan biasanya. Bertambahnya kualitas dan kuantitas ibadah di bulan puasa akan juga meningkatkan komunikasi sosial dengan sesama manusia baik keluarga, saudara dan tetangga akan lebih sering. Berbagai peningkatan ibadah secara langsung akan meningkatkan hubungan dengan Pencipta dan sesamanya ini akan membuat jiwa lebih aman, teduh, senang, gembira, puas serta bahagia.
2.      Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama. Firman Allah Ta ‘ala : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ” (Al-Baqarah: 183)
3.      Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
4.      Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
5.      Bagi kaum perokok yang sulit meninggalkan kebiasaan buruknya. Sesungguhnya secara psikologis dengan cara berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur’anul Karim. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.[32]











BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A.    Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah  penelitian kepustakaan (library research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku atau majalah dan sumber data lainnya dalam perpustakaan. Kegiatan ini dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur, baik di perpistakaan maupun di tempat lain. Literatur yang digunakan tidak terbatas pada buku-buku, tetapi dapat juga berupa bahan-bahan dokumentasi, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah, dan dokumen.
B.     Sumber Data
 Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek darimana data dapat diperoleh.[33]
1.      Data primer
Data primer adalah sumber-sumber dasar yang menjadi acuan dan pedoman dalam sebuah penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab Risalatus Shiyam karya  KH. M. Fadhil marzuqi.
2.      Data sekunder
Data sekunder adalah data yang berfungsi sebagai pelengkap dan pendukung sumber data primer. Adapun data sekunder yang akan dijadikan dalam bahan adalah buku-buku, artikel, tulisan-tulisan yang lain,  diantaranya adalah:
1.      Terjemah Tafsir Ayat Ahkam karya Mu”Ammal Hamdy & Imron A. Manan.
2.      Puasa Dan I’tikaf  Kajian Berbagai Madzhab karya Agus Effendi.
3.      The Miracle Of Shaum karya M. Ibrahim Salim.
4.      Dahsyatnya Puasa karya Ubaidillah Saiful Akhyar
5.      Kisah-Kisah Dahsyat&  Inspiratif Dibalik Keberkahan Puasa Senin Kamis karya Laila Aisyah
6.      Obati Kankermu Dengan Mukjizat karya Imam Musbikin
7.      Hikmah Puasa karya Syahruddin Sirreger
8.      Untuk Apa Berpuasa? karya Agus Mustofa
C.    Teknik Pengumplan Data
Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, dokumentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dan sebagainya.[34]
D.    Teknik Analisis Data
Langkah terakhir yang harus dilakukan oleh peneliti dalam sebuah penelitian adalah teknik analisis data yang mana harus dilakukan secara relevan pada pokok permasalahan. Data langkah-langkah yang dirumuskan oleh Miles & Huberman:
1.      Reduksi data
Data yang ada jumlahnya cukup banyak mak perlu segera dianalisis data melalui reduksi data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang sesuai dengan penelitian.
2.      Penyajian data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaikan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan antar kategori, dan lain-lain.
3.      Penarikan kesimpulan
Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif menurut Milles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan. Dan untuk mendapatkan kesimpulan yang kredibel harus didukung oleh bukti-bukti yang valid.











BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari kitab Risalatus Shiyam terdapat bebrapa nilai-nilai pendidikan islam dalam ibadah puasa yang di tinjau dari psikologi pendidikan, adapun hasil yang diperoleh adalah:
1.    Cakapan tentang kesabaran
قال النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم : الجنّة مشتاقة إلى اربعة نفر: تال القران وحا فظ اللّسان ومطعم الجيعان والصائمين فى شهر  رمضان.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: surga itu senang sama 4 golongan:
1.      Orang yang membaca al-Qur’an
2.      Orang yang menjaga lisan
3.      Orang yang memberi pada orang yang kelaparan
4.      Orang yang berpuasa di bulan ramadhan. (Risalatus shiyam: 10)

2.    Cakapan tentang kejujuran
فقد قال النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم: كم من صائم ليس له من صيا مه إلاَ الجوع والعطش بل تما م  الصّوم بكفّ الجوارح كلّها عمّايكره الله تعا لى.
بل ينبغى أن تحفظ العين عن النّظرالى المكاره واللّسان عن اللنّطق بما لايعنيك والاذن عن الإستما ع الى ما حرّم الله فإنّ المستمع للقا ئل وهو احد المحتبين
ولذلك قال النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم خمس يفطرن الصا ئم الكذب والغيبة والنّميمة واليمين الكا ذبة والنّظر بشهوة.

Beberapa orang berpuasa tidak hasil puasanya kecuali lapar dan haus. Puasa yang sempurna yaitu menjaga semua anggota tubuh dari hal-hal yang dilarang Allah swt.
Hendaknya menjaga mata dari hal-hal yang dilarang syari’at, menjaga lisan daria ucapan yang tidak bermanfaat, menjaga telinga dari pendengaran yang diharamkan Allah swt. Salah satu hal yang diharamkan tersebut adalah membicarakan aib orang lain.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: 5 perkara yang membatalkan puasa yaitu: 1. Berbohong 2. Membicarakan aib orang 3. Adu domba 4. Sumpah palsu 5. Melihat lawan jenis dengan syahwat. (Risalatus Shiyam: 21)

3.    Cakapan tentang keistimewaan
واليجتهد فى احيا ء ليا ليه رجاءان يصادفوا ليلة القدر فإنّهاخير من الف شهر وهي ثلاث وثمانون سنة وأربعةأشهر.
Perbanyaklah kebaikan pada malam-malam ramadhan karena berharap supaya bertemu dengan lailatul qodr. Sebab, ibadah satu kali ketika lailatul qodr lebih utama daripada ibadah  seribu bulan. Seribu bulan sama dengan delapan tahun lebih empat bulan lebih tiga hari.(Risalatus Shiyam: 7)

ومن داوم على الجماعة فى رمضان اعطاه الله بكلّ ركعة مدينة تملأ نعم الله.
Barang siapa istiqomah dalam berjama’ah pada bulah romadhan Allah akan berikan setiap satu rakaat pada kota yang penuh ni’mat. (Risalatus Shiyam: 8)

4.    Cakapan tentang kedisiplinan
إستحبا به ثلا ثة اشيا ء تعجيل الفطر تأخير السّحور وترك الهجر من الكلام الفاحش.
Sunnah dalam ibadah puasa yaitu 3 perkara:
1.      Berbuka diawal waktu
2.      Mengakhirkan sahur
3.      Meninggalkan ucapan buruk. (Risalatus Shiyam: 16)

5.    Cakapan tentang pengendalian hawa nafsu
قال النبيّ صلّى الله عليه وسلّم : المها جر من ها جر السّوء. والمجا هد من جا هد هواه.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: orang yang disebut hijrah/ pindah yaitu orang yang pindah dari kelakuan buruk. Adapun orang yang disebut jihad/ perang yaitu orang yang bisa menahan/memerangi hawa nafsu. (Risalatus Shiyam: 25)


6.    Cakapan tentang emotional Quiton

وما وعاء ابغض الى الله من بطن ملئ من حلال فكيف اذا ملئ من حرا م.
Tidak ada tempat yang lebih dibenci Allah kecuali perut yang terisi penuh dengan makanan halal apalagi perut yang penuh dengan makanan haram. (Rislatus Shiyam: 23)

7.    Cakapan tentang rasa sosial

ومن وطئ فى نهار رمضان عامد فى الفرج فعليه القضاء والكفّارة وهي عتق رقبة مؤمنة وإن لم يجدها فصيام شهرين متتابعين فإن لم يستطع فإطعا م ستّين مسكينا لكلّمسكين مدّ.
Barang siapa yang berkumpul (suami-istri) pada siang bulan ramadhan dengan sengaja. maka, orang tersebut wajib qadha’ dan denda. Dendanya yaitu memerdekakan buda’ perempuan yang mukmin. Jika tidak mampu maka wajib puasa 2 bulan berturu-turut. Jika tidak mampu lagi maka wajib memberi makan 60 orang miskin. Setiap 1 orang miskin 1 mud(ons). (Risalatus Shiyam: 17)

B.  Pembahasan
Setiap diri manusia terdapat suatu nilai, nilai itu bisa dapat dilihat jika seseorang itu bertindak dalam melakukan sesuatu. Nilai yang dimiliki manusia sangat beragam. Di dalam pendidikan terdapat nilai-nilai islam yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah kesabaran, kejujuran, pengendalian hawa nafsu. Beberapa nilai tersebut juga terdapat pada kitab Risalatus shiyam dalam melaksanakan ibadah puasa. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Nilai kesabaran
قال النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم : الجنّة مشتاقة إلى اربعة نفر: تال القران وحا فظ اللّسان ومطعم الجيعان والصائمين فى شهر  رمضان.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: surga itu senang sama 4 golongan:
1.      Orang yang membaca al-Qur’an
2.      Orang yang menjaga lisan
3.      Orang yang memberi pada orang yang kelaparan
4.      Orang yang berpuasa di bulan ramadhan. (Risalatus Shiyam: 10)

وفرا ئضه أربعة أشياء : النّية والإمساك عن الأكل والشّرب والجماع وتعمّد القئ
Fardhunya puasa itu ada 4 macam: 1. Niat, 2. Mencegah dari makan dan minum, 3. Mencegah berkumbul suami-istri, 4. Sengaja muntah. (Risalatus Shiyam)


Sabar menurut Imam Ghazali hanya bisa dicapai bila seseorang bersedia menangguhkan kesenangan sekarang untuk kesenangan yang jauh lebih besar pada hari akhir.
Hendaknya orang berpuasa menjaga lisan dari ucapan yang tidak bermanfaat, menjaga telingadari pendengaran yang dilarang Allah.
Ketika puasa seseorang harus sabar terhadap hal-hal yang diharamkan, penderitaan dan kesulitan yang kadangkala muncul dihadapannya. Pada saat dia melihat hidangan makanan lezat dihadapannya yang baunya menyeruak sampai ke perut,/ dia melihat air tawar yang sejuk menari-nari dihadapan matanya, maka pada saat itu pula dia harus menahan diri dari semuanya dan menunggu sampai waktu yang diizinkanoleh Allah swt. Telah tiba.
   Sabar terbagi kepada 3 macam: sabardalam menjalankan perintah Allah, sabar dari meninggalkan larangan Allah, serta sabar dalam menerima cobaan dari Allah. Puasa menyiratkan ketiga bentuk kesabaran ini, dalam puasa kita harus mengendlaikan diri dari berbuat dosa kepada Allah karena pahala dan balasan orang yang memiliki sifat sabar adalah balasan yang tidak ada batasnya, sebagaimana firman Allah:
     إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَاب  (الزّمر(10:

“Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan dicukupkan pahala mereka tampa batas”.  (Az  Zumar: 10)
.
            puasa merupakan separuh bentuk kesabaran. sedangkan kesabaran merupakan separuh bentuk mencintai Allah (beriman). sabar tidak mengenal batas karena sabar merupakan attribute atau perhiasan setiap manusia. Seorang yang cinta kepada-Nya tidak akan berat untuk merasa lapar dan dahaga hingga saat berbuka. Dengan segenap hati ia mampu menahan diri dari segala emosi. Sesungguhnya semua itu berat walau terlihat sepele. Dan semua itu harus dilandasi dengan hati yang ikhlas dan murni.
            Apabila merasa emosi meluap, cepatlah berwudhu dan berpikirlah untuk kegiatan yang positif. Sesungguhnya, dalam hati manusia ada sebuah tarikan positif dan negative. Bila tidak mampu mengendalikan, maka sebuah kemungkaran akan terjadi. Sedangkan puasa merupakan momentum pembelajaran agar hati lebih bersabar.
Sabar bukan berarti menunngu, diam, dan menyerah tanpa kerja keras. Tafsir yang tepat bagi sabar justru bersikap pantang menyerah, gigih saat berusaha, serta bekerja keras untuk merubah keadaan. Sikap sabar selalu dikaitkan dengan tawakkal. Artinya seseorang harus sekuat tenaga tanpa perasaan kecewa dan penyesalan di kemudian hari saat menenmui kegagalan, serta tidak sabar saat meraih kesuksesan. Gagal dan sukses adalah kehendak Allah Swt. untuk mendidik kedewasaan seseorang dalam menerima ujian hidup.[35]  
Seseorang Yang mempunyai Sifat sabar memberikan efek psikologis bagi kehidupan ini. Dapat mengatasi masalah-masalah yang menimpanya, seperti contoh seseorang yang baru saja di PHK dari perusahaannya membuat ia semakin rajin bekerja dan mencari yang lebih menguntungkannya. Ia demikian karena ia memiliki sifat sabar, begitu pun sebaliknya Jika seseorang tidak memiliki sifat sabar maka akan mudah putus asa dalam berusaha mencari yang lebih baik. Bukankah psikologi mendidik untuk tidak gampang putus asa dan menyerah ketika mendapat masalah tetapi mendidik untuk menjadi lebih kuat dalam menghadapi sesuatu. Sabar sanagat berpengaruh pada perilaku/ sikap kita, bahkan kondisi psikologis kita.

2.      Nilai Kejujuran
ولذلك قال النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم خمس يفطرن الصا ئم الكذب والغيبة والنّميمة واليمين الكا ذبة والنّظر بشهوة.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: 5 perkara yang membatalkan puasa yaitu: 1. Berbohong 2. Membicarakan aib orang 3. Adu domba 4. Sumpah palsu 5. Melihat lawan jenis dengan syahwat. (Risalatus Shiyam)


Sesesorang muslim yang berbohong dalam keadaan puasa maka telah hilang pahala dari ibadah tersebut. Oleh karena itu, puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah.
Puasa mendidik untuk bersikap jujur dan merasa diawasi Allah baik dalam keadaan sendirian maupun dalam keramaian, karena pada saat itu tidak ada seorangpun yang mengawasi orang yang berpuasa selain Allah swt.
mudahan-mudahan sikap jujur ini tetap bertahan dalam prilaku kita sehari-hari, sehingga pringkat yang hendak dicapai dari berpuasa itu sendiri dapat kita miliki yaitu perangkat taqwa,  Telah bersabda Nabi Muhammad saw.:
 من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه    )رواه البخاري(
Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka Allah tidak butuh dalam ia meninggalakan makan dan minum”. (H.R. Bukhari).

            Pada saat ini kejujuran sesuatu yang amat mahal dan bagaikan barang langka ditengah-tengah kehidupan kita. Baik ditingkat masyarakat umum maupun ditingkat golongan terpelajar. Ketika kejujuran telah diperjual belikan sa’at itu pula kehancuran menimpa kihidupan kita. Sikap suka berbohong dan dusta telah merusak segala lini jaring-jaring kehidupan kita. Semoga Ramadhan tahun ini dapat mengembalikan kita kepada kejujuran. Jujur dalam berkata, jujur dalam berbuat,jujur dalam segala hal. Sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan jadilah kamu bersama orang-orang yang jujur”.(At Taubah: 119).

Puasa mendidik manusia untuk bersikap jujur dan merasa diaawasi oleh Allah Swt., baik dalam kesendirian ataupun dalam keramaian, karena pada saat itu, tidak seorangpun yang mengawasiorang yang berpuasa selain Allah.[36]
Berbohong tampaknya sudah mewabah pada hampir semua aspek kehidupan bangsa. Dimana-mana kita menyaksikan orang berbohong di DPR, pengadilan, pasar, kantor, kampus, bahkan di tempat ibadah pun ada yang berani berdusta menutupi perilaku amoralnya. Kebohongan menjadi benteng pembelaan diri.
Orang yang berbohong sejatinya merugi. Jika kebohongannya tidak diketahui dia akan dosa dan jika kebohongannya diketahui orang lain, maka dia tidak akan dipercaya lagi. Implikasinya, hubungan dirinya dengan sesama menjadi kurang baik karena sudah dicap pembohong. Orang lain akan menjauhi yang bahkan memusuhinya.
orang yang jujur, secara psikologis hatinya akan selalu merasa tentram, damai dan bahagia. Sebaliknya, orang yang berdusta hidupnya menjadi tidak tenang, dikejar-kejar oleh “dosa” karena hati kecilnya akan mengatakan kebenaran. Dia akan selalu khawatir kebohongannya terbongkar.
Kebiasaan tidak jujur akan berbahaya tidak hanya bagi orang lain tapi pada dirinya sendiri, karena dirinya akan kehilangan kepercayaan dan kewibawaan.
Pendidikan kejujuran harus dimulai dengan jujur kepada diri sendiri dan senantiasa meminta kebenaran yang bersumber dari hati nurani. Setelah itu, hendaklah kamu selalu berusaha untuk benar, karena kebenaran membawa kebajikan dan kebajikan akan membawa pengaruh baik pada diri kita dan orang lain.
3.      Nilai Rasa Syukur
واليجتهد فى احيا ء ليا ليه رجاءان يصادفوا ليلة القدر فإنّهاخير من الف شهر وهي ثلاث وثمانون سنة وأربعةأشهر.
Perbanyaklah kebaikan pada malam-malam ramadhan karena berharap supaya bertemu dengan lailatul qodr. Sebab, ibadah satu kali ketika lailatul qodr lebih utama daripada ibadah  seribu bulan. Seribu bulan sama dengan delapan tahun lebih empat bulan lebih tiga hari.

ومن داوم على الجماعة فى رمضان اعطاه الله بكلّ ركعة مدينة تملأ نعم الله.
Barang siapa istiqomah dalam berjama’ah pada bulah romadhan Allah akan berikan setiap satu rakaat pada kota yang penuh nikmat.


Puasa menjadikan dirinya senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang banyak dan anugerah-Nya yang  sempurna. Maka, terbukalah dihadapan kedua matanya betapa bernilai nikmat- nikmat yang telah Allah anugerahkan sepanjang hidupnya, padahal selama ini ia tidak pernah menemukan nilai-nilai itu dan ia tidak pernah mau mengukurnya. Puasa bisa menjadikan ia bisa mempertanggungjawabkan segala perbuatannya dihadapan dirinya dan dihadapan orang lain. Sebab ia tau dibalik semuanya ada Tuhan Yang Maha Esa yang menguasai alam semesta ini, Tuhan yang kelak bertanya dosa yang dilakukan dulu dan yang akan datang, Tuhan Maha Mengetahui apa yang ia sembunyikan dan apa yang ia tampakkan. [37] Sebagaimana firman Allah:
وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (البقره(185:
“Dan supaya kamu mengangungkan Allah atas petunjuk yang diberikan-Nya kepadamu, dan agar kamu bersyukur”. (Al Baqarah: 185).

Syukur dapat dipahami dengan maknanya yang dalam yaitu pengakuan secara obyektif terhadap pemberian Allah bukan hanya kepada dirinya langsung tetapi juga kepada orang atau makhluk Allah tanpa pamrih mengaruniakan nikmatnya terhadap hamba-hambanya.
Dengan mensyukuri nikmat itu, jiwa seseorang akan merasakan kenyamanan dan kepuasan hidup secara materil dan dapat merasakan kebahagiaan hidup rohani. Adanya kesediaan bersyukur tentunya sangat sederhana dianalogikan dengan adanya kesetaraan setiap orang yang menghargai dan memanfaatkan pemberian orang lain.
Pengaruh Psikologinya, akan menghindarkan seseorang dari sifat iri, dengki, dendam. Karena dengan bersyukur kita akan meyakini bahwa nikmat adalah karunia Allah dan tidak sedikitpun akan terbesit dihati seseorang untuk membanding-bandingkan nikmat yang diterimanya dengan yang diterima orang lain.
Seseorang yang tidak senantiasa bersyukur dengan nikmat apa yang telah diberikan kepadanya akan menimbulkan sifat iri , dan sifat tercela lainnya, yang dapat menyebebkan permusuhan bahkan pembunuhan. Hal ini seperti ini sudah ada sejak zaman Nabi Adam as. Ketika putranya yang bernama qobil dijodohkan dengan putrinya yang kurang cantik sedangkan habil dijodohkan dengan putrinya yang lebih cantik. Dalam hati qobil merasa iri karena ia merasa ia yang pantas mendapatkannya, maka dari sinilah timbul sifat iri dari hati qobil yang ingin balas dendam dengan habil yaitu dengan cara membunuh saudara kandungnya. Padahal perjodohan ini adalah ketetapan dari Allah swt.
 Seacara psikologis, orang yang memiliki sifat iri selalu memandang kehidupan orang lain lebih indah dari kehidupannya. Padahal orang yang dianggap hidupnya lebih indah belum tentu merasakan kebahagiaan seperti yang ia lihat. Oleh karena itu, rasa syukur harus ditanamkan pada setia individu agar kehancuran dapat di minimalisirkan.
  
4.      Nilai kedisiplinan
إستحبا به ثلا ثة اشيا ء تعجيل الفطر تأخير السّحور وترك الهجر من الكلام الفاحش.
Sunnah dalam ibadah puasa yaitu 3 perkara:
1.      Berbuka diawal waktu
2.      Mengakhirkan sahur
3.      Meninggalkan ucapan buruk. (Risalatus Shiyam)

Puasa adalah ibadah paling rahasia di mata manusia, yang bisa menumbuhkan sikap disiplin diri, merasa diawasi (muraqabah) oleh Allah. Sikap ini akan memunculkan perasaan ada pengawasan diri sendiri dan saat mengawasi itu kita pun sadar bahwa kita sedang diawasi oleh Zat Yang Maha Mengetahui segala-galanya. Kita sadar bahwa sedang disorot oleh “kamera” Ilahi yang sangat tajam, kita akan menghindarkan diri dari bujuk rayu setan dan hawa nafsu.  Pendidikan disiplin dalam berpuasa meliputi disiplin menunaikan kewajiban dan melaksanakan perintah sebagaimana  perintah Allah untuk berpuasa seperti ditegaskan dalam surat al-Baqoroh ayat 183 (Kutiba ‘alaikumusshiyam).Bagi orang berpuasa karena sakit atau sedang dalam perjalanan dibolehkan berbuka akan tetapi wajib  menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari yang lain dan bagi yang tidak kuat berpuasa diwajibkan membayar fidiah dengan memberi makan orang miskin.
            Disiplin dalam waktu yakni disunatkan menyegerakan berbuka ketika telah tiba waktu berbuka puasa, disiplin fisik dan hukum yakni mematuhi untuk tidak makan, minum dan berhubungan suami isteri sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Bahkan, menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur sesuatu yang sangat dianjurkan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
مَا تَزَالَ اُمَّتِي بِخَيْرٍ ماَعَجَّلُوااْلفُطُورَ وَاَخِّرُو السَّحُورَ

“Umatku masih melakukan kebaikan, selagi mereka berbuka dan mengakhirkan sahur”.[38]

            Disiplin adalah kesadaran yang tumbuh dari setiap orang untuk mentaati setia ketentuan, kelaziman, norma dan tata nilai yang menurut keyakinannya baik dan bermanfaat untuk dirinya. Orang yang mempunyai sifat disiplin  meyakini bahwa apa-apa yang dikerjakan berdasarkan suatu aturan tertentu pasti memberikan manfaat kepada dirinya.
            sifat disiplin tumbuh dari dalam diri seseorang itu sendiri. tidak perlu dipaksa, ditakut-takuti, atau diancam dengan berbagai sanksi. Dengan disiplin hidup menjadi tertib. Bila hidup tertib maka hidup pun teratur, terencana, terprogram. semua yang teratur dan terencana akan bermanfaat bagi yang bersangkutan. Dan nyaman bagi siapa pun pelakunya.[39]
            Kaitannya psikologi dengan disiplin adalah akan terbiasa mentaati peraturan-peraturan yang telah ada, baik peraturan dari pemerintah (undang-undang) maupun peraturan yang ada di masyarakat dan peraturan yang berada dimanapun. Karena peraturan itu sendiri hakikatnya untuk kebaikan kita bersama seperti peraturan lalu lintas jika kita tidak disiplin dalam mentaatinya maka akan terjadi banyak kecelakaan. Begitu juga peraturan yang ada disekolah jika seorang siswa datang terlambat tidak disiplin maka akan mendapat sanksi dari pihak sekolah. Dan masih banyak contoh-contoh yang lainnya, jika displin terus ditanamkan pada seseorang maka hidup akan lebih sejahtera.

5.      Pengendalian Hawa Nafsu
قال النبيّ صلّى الله عليه وسلّم : المها جر من ها جر السّوء. والمجا هد من جا هد هواه.
Nabi Muhammad saw. Bersabda: orang yang disebut hijrah/ pindah yaitu orang yang pindah dari kelakuan buruk. Adapun orang yang disebut jihad/ perang yaitu orang yang bisa menahan/memerangi hawa nafsu.
(Risalatus Shiyam)
Selama berpuasa kita dituntut untuk mengendalikan hawa nafsu kita, baik kebutuhan nafsu biologis dari makan dan minum. Maupun nafsu seksual berkumpul dengan istri. Sesuatu yang halal kita dituntut untuk meninggalkannya saat kita berpuasa. Tentu terhadap sesuatu yang haram akan lebih mudah kita meninggalkannya. Sifat ini akan mendidik kita di luar Ramadhan untuk selalu mengontrol hawa nafsu kita. Sering dalam kehidupan sehari-hari kita lihat banyak orang sudah memiliki gaji yang cukup namun masih melakukan korupsi. Sudah mempunyai istri yang cantik namun masih senang  berzina. Orang seperti ini nafsunya telah mengalahkan akal dan imannya. Ia telah diperbudak hawa nafsunya.Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya Allah telah menjanjikan untuknya tempat yang penuh nikmat yaitu surga yang amat indah dan luas. Sebagaimana firman Allah:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى  -  فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhanya, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”.

            Puasa bisa memenangkan nafsu amarah dan menurunkan kekuataannya yang disalurkan dalam anggota tubuh, seperti mata, lidah, telinga, dan kemaluan. Dengan berpuasa, akivitas nafsu menjadi lemah. suatu pepatah mengatakan, “jika nafsu lapar, semua anggota tubuh akan kenyang. Sebaliknya, jika nafsu kenyang, semua anggota tubuh akan lapar.” [40]
Jika seseorang telah meninggalkan hawa nafsunya dan kelezatan hidupnya yang selalu ia hadapi sepanjang waktu hanya untuk mengimplementasikan perintah Allah dan tunduk pada perintah Allah dan tunduk pada petunjuk agamanya selama satu bulan penuh dalam kurun waktu setahun dengan memperhatikan (ketika menghadapi makanan yang menggiurkan, minuman dingin yang menyegarkan, buah-buahan yang matang, dan lain sebagainya) agar dirinya tetap menahan nafsunya untuk tdak melahap itu semua padahal  menginginkan makanan itu, maka pastilah dari perhatian yang selalu mengiringi setiap akttivitas yang berulang-ulang ini, dalam diri orang yang berpuasa terbentuk singgasana pengawasan Allah swt. Dan rasa malu kepada-Nya kalau ia melihatnya melarang-Nya.[41]
Puasa sesungguhnya merupakan perjuangan terhadap diri sendiri untuk menemukan jati diri kita masing-masing, juga untuk menanamkan  rasa cinta kepada semua manusia. Manusia yang normal, justru mereka yang memilki dua potensi diri yang sangat mempengaruhi aspek kepribadian. Yaitu fitrah kesucian, selalu berkiblat kepada Allah swt. Dan nafsu syahwat yang berakibat kepada godaa setan. Inilah yang harus dinetralisir oleh puasa, sehingga kedua potensi diri manusia itu sejalan menurut sunatullah dan ridhaNya. Dan ini merupakan kunci puasa berhasil sukses menempati posisi diri menjadi orangyang bertaqwa.
Seseorang yang dapat mengendalikan hawa nafsu, berpengaruh baik untuk kebutuhan biologis dari makan dan minum maupun nafsu seksual berkumpul dengan istri, sesuatu yang halal dituntut  untuk meninggalkannya saat berpuasa. tentu dalam hal haram akan lebih mudah untuk meninggalkannya. Efek psikologis sifat ini akan mendidik kita diluar ramadhan untuk selalu mengontrol hawa nafsu.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat banyak orang sudah memiliki gaji banyak masih korupsi, sudah memiliki istri cantik masih berzina, pelajar yang difasilitasi kendaraan orang tuanya malah digunakan untuk bolos, ikut geng motor, dan mengumbar kesenangan lainnya, orang yang seperti ini tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Jika hal  ini tidak dihentikan maka, akan merusak karakter bangsa.
Psikologi pendidikan sangat erat kaitannya dengan pengendalian hawa nafsu, karena orang yang dapat mengendalikan hawa nafsu jiwanya akan terdididk baik dan hanya hal-hal yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.
6.      Kecerdasan Emosi
وما وعاء ابغض الى الله من بطن ملئ من حلال فكيف اذا ملئ من حرا م.
Tidak ada tempat yang lebih dibenci Allah kecuali perut yang terisi penuh dengan makanan halal apalagi perut yang penuh dengan makanan haram. (Risalatus Shiyam)

Sesuai hakikat puasa puasa adalah menahan diri dan menahan hawa nafsu bukan membunuh hawa nafsu, puasa mendidik manusia agar dapat melakukan pengendalian diri (self controll) dan pengaturan diri (self regulation). Emosi memiliki kecenderungan yang bersifat negatif. Menurut Sigmund Freud, hawa nafsu (id) manusia lebih mengedepankan prinsip keinginan semata untuk mencapai kesenangan. Karena manusia tidak dapat mengendalikan diri baik emosi maupun nafsu, tidak sedikit manusia yang sebelumnya terhormat kemudian terjatuh karena ketidaksanggupan mengendalikan diri. Orang yang seperti ini digambarkan dalam Al-Quran tergolong derajat yang paling rendah. ”Kemudian kami kembalikan manusia dalam keadaan yang serendah-rendahnya.  (QS. At-Tin:5)
            Kecerdasan emosi juga meliputi rasa empati, motivasi diri (self motivation) dan kecakapan sosial, bergaul dan berinteraksi dengan orang lain (social skill). Ketika seseorang sedang berpuasa sama-sama marasakan haus dahaga, lapar sebagaimana dirasakan oleh orang-orang yang tidak punya atau orang miskin, dari situlah sebagai orang yang berkecukupan bahkan kekayaannya berlimpah ruah,  ketika sedang berpuasa ia  turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang serba kekurangan betapa penderitaan dan kesedihan yang senantiasa menyertai hidupnya.
 Kecerdasan emosi sangat berperan penting dalam mengendalikan emosi seseorang, sehingga menentukan orang itu mudah setres atau tidak dalam kehidupan sehari-hari. Cicri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, yaitu tidak mudah setres. Sebaliknya, seseorang yang kecerdasannya rendah akan mudah tersinggung, frustasi, marh-marah, depresi, setres dan lain-lain. [42]
 Oleh karena itu, seseorang perlu terus meningkatkan kecerdasan emosi. Salah satu caranya dengan rutin menjalankan ibadah puasa. Dengan berpuasa insyaAllah, kecerdasan emosi seseorang akan terarah, sehingga kemampuan mengendalikan emosinya semakin meningkat. Demikian pula dengan kualitas iman dan takwa, mampu mengatasi dan mencegah setres, rasa tertekan, frustasi serta depresi. Kondisi mental demikian berdampak baik terhadap kualitas kesehatan fisik seseorang, sehingga dapat terhindar dari sesgala penyakit.
secara psikologis, manusia tidak hanya diukur atau dinilai dari derajat kecerdasan atau intelligence quotient (IQ)-nya, tetapi juga EQ-nya. Kecerdasan emosi (EQ) berpengaruh terhadap pembentukan sifat seseorang antara lain dermawan, santunan terhadap fakir miskin, sabar rela berkorban,kasih saying, dan rasa kepedulian. Sedangkan, IQ berpengaruh terhadap bertambahnya rasa percaya diri dan meningkatkan daya ingat, serta nalar seseorang.
Meningkatnya kemampuan mengendalikan diri ketika berpuasa erat kaitannya dengan meningkatkan kecerdasan emosi seseorang karena orang yang berpuasa terlatih untuk sabar, tenanag dan tidak cemas. Lebih dari itu, puasa akan menghilangkan berbagai penyakit hati yang mengganggu kesehatan jiwa, seperti dendam,dengki, riya’, dan takabur. Puasa merupakan wahana penampaan mental hingga seseorang kuat bertahan menghadapi cobaan, serta siap mengahadapi perjuangan dan pengorbananyang lebih berat.[43]
            Puasa bukan Cuma menaha lapar dan menahan haus. sebab jika hanya menahan lapar dan haus maka telah terjebak dimensi fisik belaka. Puasa lebih condong pada dimensi kejiwaan. Atau lebih tepat lagi, memadukan dimensi fisik dan dimensi kejiwaan. Sebab, factor jiwa ternyata memegang peranan penting dalam berpuasa. Penekanannya bukan puasa fisik melainkan lebih pada pngendalian yang bertumpu pada keikhlasan.[44]jiwa memiliki pengaruh besar jauh lebih dominan disbanding dengan fisik. Segala aktivitas fisik kita bersumber dari jiwa. Baik yang kita kehendaki atau yang berada di luar kesadaran alias alam bawah sadar. Sebab jiwa adalah software kehidupan kita.
7.      Nilai Rasa Sosial

ومن وطئ فى نهار رمضان عامد فى الفرج فعليه القضاء والكفّارة وهي عتق رقبة مؤمنة وإن لم يجدها فصيام شهرين متتابعين فإن لم يستطع فإطعا م ستّين مسكينا لكلّمسكين مدّ.
Barang siapa yang berkumpul (suami-istri) pada siang bulan ramadhan dengan sengaja. maka, orang tersebut wajib qadha’ dan denda. Dendanya yaitu memerdekakan buda’ perempuan yang mukmin. Jika tidak mampu maka wajib puasa 2 bulan berturu-turut. Jika tidak mampu lagi maka wajib memberi makan 60 orang miskin. Setiap 1 orang miskin 1 mud(ons). (Risalatus Shiyam: 17)

Dalam ibadah puasa, Islam memandang manusia memiliki kesamaan derajat. Mereka yang memiliki banyak harta, status sosial yang  yang tinggi, memiliki dolar, atau yang mempunyai sedikit rupiah, atau bahkan orang yang tak memiliki sepeserpun ketika sedang berpuasa , tetap merasakan hal yang sama yaitu : lapar dan haus. Puasa ramadhan memberikan pendidikan kepada kaum muslimin tentang sikap egaliter, kesetaraan dan tidak diskriminatif berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah .  jika sholat mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan bagi insan muslim, haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia diwajibkan bagi yang mampu, maka puasa adalah kefakiran total insan bertakwa yang bertujuan mengetuk sensitivitas manusia dengan metode amaliah (praktis), bahwasanya kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri.
Puasa akan menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap orang miskin. Sebab ketika orang yang berpuasa merasakan keepedihan rasa lapar pada beberapa waktu, dia akan berpikir, bagaiman jika keadaan itu terjadi setiap hari. Pikiran itu akan mendorongnya untuk mengasihi orang miskin. Dengan demikian ia akan mendapat pahala disisi Allah swt.
Puasa terkadang dapat menyetarakan orang yang berpuasa dengan orang-orang miskin, yaitu dengan ikut menanggung atau merasakan penderitaan mereka. Tindakan seperti ini akan mengangkat kedudukannya disisi Allah swt.[45]
Salah satu nilai yang terkandung dalam ibadah puasa adalah nilai social, nilai erat kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Sejauh mana seseorang mimilki jiwa social yang tinggi, sejauh itu pula dapat mengejewantahkan apa yang ada pada dirinya dengan cara berkumpul, berbaur, dengan masyarakat luas. Hal ini sangat sejalan dengan fitrah manusia yakni sebagai makhluk social. Yang artinya sekuat apapun dia, pasti membutuhkan yang lain, apalagi sebaliknya.
Dalam pembahasan diatas disebutka bahwa nilai social yang ada dalam ibadah puasa ini contohnya adalah dengan menahan lapar dan dahaga, kita bisa merasakan kondisi fakir miskin saat itu yang dalam kondisi kekurangan, betapa sengsara dan payahnya kehidupan mereka, dari sinilah jiwa social atau nilai social akan lahir. Kemudian menjadi kebiasaan baik yang dapat dilakukan semua orang dengan membantu fakir miskin, member sedekah serta meringankan bebannya.
Nilai social merupakan salah satu dari aspek psikologis manusia yang sifatnya tak tampak, karena hal ini berhubungan dengan jiwa. Dengan ibadah puasa erat klkaitannya dengan nilai social yang akan menimbulkan rasa simpati, empati, dan belas kasihan terhadap sesama.
BAB V
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dari pembahasan kita dapat disimpulkan bahwa dalam kitab Risalatus Shiyam terdapat beberapa nilai pendidikan islam yang terkandung dalam ibadah puasa yang ditinjau dari psikologi pendidikan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa perspektif psikologi pendidikan dalam kitab tersebut, diantaranya: Nilai kesabaran, Kejujuran, Nikmat yang haru disyukuri, Kedisiplinan, Pengendalian hawa nafsu, Kecerdasan emosi, dan nilai Sosial.
Nilai pendidikan tersebut dapat diajdikan sebagai referensi dan informasi untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peneliti, berkesimpulan bahwa nilai ibadah puasa dalam kitab Risalatus Shiyam memiliki pesan yang mendidik secara kejiwaan.
B.        Saran-Saran.
Hendaknya meneliti berbagai nilai-nilai yang terdapat dalam kitab Risalatus shiyam karena masih banyak nilai-nilai yang perlu lebih dalam untuk diteliti.
Nilai-nilai yang terkandung harus terus ditanamkan pada diri manusia tidak lain untuk memberikan penghayatan yang cukup mengenai hakikat puasa, dan hakikat puasa itu sendiri adalah baaiman mengendalikan hawa nafsu sehingga dapat displikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Puasa memberikan dampak yang positif bagi individu yang melaksanakan dan tempat untuk menempa untuk berbagai macam nilai yang mengandung dalam pendidikan. Akan tetapi hanya sekeddar menahan haus dan lapar bahkan perbuatan “menyiksa diri”. Terlebih dari itu harus dilaksanakan dengan benar berdasarkan ketentuan agama. Denagan demikian puasa sangat besar manfaatnya dalam pembentukan kualitas pribadi manusia dan akan mengangkat derajad bagi orang-orang yang melaksanakannya baik di dunia maupun di akhirat.





















DAFTAR PUSTAKA

1.      Achmad Suyuti. nuansa ramadhan, Jakarta : Pustaka Imani, 1996.
2.      Achmadi. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya        media, 1992.
3.      Agus efendi. puasa dan i’tikaf kajian berbagai madzhab, bandung: PT. Remaja Rosrdakarya, 199.
4.      Agus Mustofa, Untuk Apa Berpuasa?, Surabaya:Bina Ilmu, 2004, hal.98
5.      Ahmad D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Al Ma’arif, 1989.
6.      Amir Faisal, Yusuf. Reorientasi pendidikan Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1995.
7.      H.Titus. Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang, 1984.
8.      Hembing  Wijayakusuma. puasa itu sehat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999. 
9.      http://eprints.stainsalatiga.ac.id/678/. Diakses Tanggal 27/04/2014
11.  Imam musbikin, obati kankermu dengan mukjizat puasa, Jogjakarta: sabil, 2013, hal.108
12.  Laila Aisyah, Kisah-kisah dahsyat & Inspiratif dibalik keberkaha puasa senin kamis, Yogyakarta: Lafal Indonesia,2012, hal.80
13.  Mahmud. metode penelitian pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
14.  Mu’ammal Hamidy dan Imron A.manan. Tafsir Ayat Ahkam 1, Surabaya: Bina Ilmu\\ offset, 2011.
15.  Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993.
16.  Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persaja, 2011
17.  Muhammad Ibrahim Salim, The miracle of Shaum, Jakarta:Bumi Aksara, 2009,
18.  Muhammad syah Ismail. filsafat hukum islam, Jakarta:Bumi Aksara, 1999.
19.  Mustika Zed.  Metode Yusuf Amir Faisal, Reorientasi pendidikan Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1995.
20.  RHA Soenarjo.  AL-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: Al Wa’ah, 1993.
21.  Sabiq, Sayyid.  fiqih sunnah 2, Tt: PT Tinta Abadi Gemilang, 2013.
22.  Suharsimi, Arikunto. prosedur penelitiansuatu penddekatan praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.
23.  Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama, Bandung: Pusataka Bani Quraisy, 2005
24.  Thoha Chabib.  Kapita Selekta Pendidikan Islam,  Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
25.  Ubaidillah Saiful Akhyar, Dahsyatnya Terapi puasa, Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2013, hal.34
26.  ulfah  Isnati.  fiqih ibadah, ponorogo: STAIN po Press, 2009.
27.  W.J.S. Purwadarminta.  Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1999.
28.  Wahjoetomo.puasa dan kesehatan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
29.  Zuhairini. Filsafat pendidikan Islam,  Jakarta : Bina Aksara, 1995.
30.   


[1] Yusuf Amir faisal,reorientasi pendidikan islam, jakarta:Gema Insani Pres, 1995,hal. 222
[2][2] Abudin Nata, manajemen pendidikan,jakarta: Prenada Wacana,2003, hal.52
[3] Husni Rahim,  Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia,  Jakarta: Logos Wacana Ilmu,  2001, hal.37
[4] Imam al-Ghazali,  Ihya’ ‘Ulumiddin,
[5] Isnati ulfah, fiqih ibadah, Ponorogo:STAIN po Press, 2009, hal. 4
[6][6] Ibid, hal.7
[7] http://herryaliandi.blogspot.com/2014/01/kenangan-indah-ibadah-puasa.html, diakses tanggal 27/04/2014
                                                                                                                
[8] Isnati ulfah,fiqih ibadah,ponorogo:STAIN po Press,2009,hal. 5

[9] Ismail Muhammad syah, Filsafat Hukum Islam, jakarta: Bumi Aksara,1999, hal.168.
[10] Ibid,hal.168
[11] Mu’ammal Hamidy dan Imron A.manan,Tafsir Ayat Ahkam 1, Surabaya: Bina Ilmu offset, 2011,hal.141.
[12] Ibid, hal.169.
[13] Sayyid sabiq, fiqih sunnah 2, Tt: PT Tinta Abadi Gemilang,2013, hal.194.
[14] Ismail Muhammad syah, Filsafat Hukum Islam, jakarta: Bumi Aksara,1999, hal.168.
[15] W.J.S. . Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1999, hal.. 677.

[16]H. Titus, M.S, et al,  Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang, 1984, hal. 122.
[17] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, bandung: Trigenda Karya, 1993, hal. 110.
[18] HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, hal. 61.
[19] Ibid, hal. 63.
[20] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Bandung : Al Ma’arif, 1989 hlm.21
[21] Achmadi, Islam Sebagai Paradigma  Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Aditya media,
1992, hlm. 14.
[22] Ibid, hal.15

[23] http://eprints.stainsalatiga.ac.id/678/ Diakses tanggal 27/04/2014
[24] Zuhairini, et. al. Filsafat pendidikan Islam, ,Jakarta : Bina Aksara, 1995, hal. 159.
[25] RHA Soenarjo, et. al, AL-Qur’an dan terjemahnya, Semarang: Al Wa’ah, 1993, hal.862
[26] Yusuf Amir Faisal, Reorientasi pendidikan Islam ,Jakarta : Gema Insani Press,1995,
hal. 96.
[27] Ibid, hal.96

[28]  Achmad Suyuti, nuansa ramadhan, Jakarta : Pustaka Imani, 1996, hal .72
[29] Wahjoetomo, puasa dan kesehatan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, hal.4
[30] Hembing Wijayakusuma, puasa itu sehat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999  hal. 2
[31] Ibid, hal.5
[33] Suharsimi Arikunto,  Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hal.129.
[34] Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian, Jakarta: Asdi mahasatya, 2010, hal.201
[35] Imam Musbikin, obati kankermu dengan mukjizat puasa, Jogjakarta:Buku Kita, 2013, hal.275
[36] Agus Efendi, puasa dan I’tikaf kajian berbagai madzhab, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, hal. 87
[37] Ubaidillah Saiful Akhyar, Dahsyatnya puasa, Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2013, Terapi hal.62
[38] Ubaidillah Saiful Akhyar, Dahsyatnya puasa, Jakarta: Nakhlah Pustaka, 2013, Terapi hal.34
[39] Laila Aisyah, Kisah-kisah dahsyat & Inspiratif dibalik keberkaha puasa senin kamis, Yogyakarta: Lafal Indonesia,2012, hal.80
[40] Agus efendi, puasa dan i’tikaf kajian berbagai madzhab, bandung: PT. Remaja Rosrdakarya, 199,hal. 87
[41] Muhammad Ibrahim Salim, The miracle of Shaum, Jakarta:Bumi Aksara, 2009, hal.70
[42] Imam musbikin, obati kankermu dengan mukjizat puasa, Jogjakarta: sabil, 2013, hal.108
[43] Ibid, hal.108
[44] Agus Mustofa, Untuk Apa Berpuasa?, Surabaya:Bina Ilmu, 2004, hal.98
[45] Agus effendi, puasa dan I’tikaf kajian berbagai madzhab, Bandung:Remaja posdakarya, 1996,hal.89

Tidak ada komentar:

Posting Komentar