SA’I
ANTARA SHOFA dan MARWAH
By:
Moza, Ilmi, Nunung, Faidah, Ika
Apakah hukum sa’i antara shofa dan
marwah,fardhu/sunnah(tathowwu’) ?
Para
fuqoha’ berbeda pendapat mengenai hukum sa’i antara shofa dan marwah.dalam hal
ini ada 3 pendapat:
· Pendapat pertama
menyatakan bahwa sesungguhnya sa’i itu merupakan salah satu rukun haji,barang
siapa yang meninggalkannya maka hajinya menjadi batal.Pendapat ini berasal dari
golongan syafi’iyyah dan malikiyyah dan salah satu riwayat imam ahmad,dan itu pula
yang diriwayatkan oleh para sahabat nabi seperti ibnu abbas,jabir dan a’isyah
r.a.
· Pendapat kedua
menyatakan bahwa sa’i itu hukumnya wajib dan ia bukan salah satu rukun
haji,maka apabila meninggalkannya wajib membayar dam(denda).Pendapat ini
dikemukakan oleh golongan abu hanifah dan ats-tsauri.
· Pendapat ketiga
menyatakan bahwa sa’i itu hukumnya tathowu’(sunnah),dan tidak ada sanksi apapun
bila meninggalkannya. Pendapat ini dikemukakan oleh ibnu abbas,anas,dan satu
riwayat dari imam ahmad.
Dalil
golongan pertama(jumhur)
Ø Sabda nabi SAW:
اسعوافان الله
كتب علىكم السّعى
“
Bersa’ilah karena sesungguhnya alloh mewajibkan atasamu sa’i “
Ø Berdasarkan
riwayat ,bahwa nabi saw ketika sa’i dalam haji wada’ tatkala dekat dengan bukit
shofa beliau membaca:
انّ الصّفاوالمروةمن
سعاءرالله
Disinilah
alloh menyebut shofa lebih dahulu, kemudian nabi bersabda:
ابدؤابمابداءالله
به
“Mulailah
dengan apa yang alloh mulai dengannya”.
Kemudian
beliau menyelesaikan sa’inya 7x lalu menyuruh sahabatnya mengikutinya, maka ia
berkata:
خذواعنّي مناسككم
“Ambilah
dari sunnahku manasik hajimu”
Karena
perintah disini menunjukksn wajib,sedangkan sa’i termasuk diantara manasik
haji,maka berarti sa’i adalah “rukun haji”
Ø Hadits a’isyah r
a:
لعمري
مااُتمّالله حجّ من لم يطف بين الصّفاوالمروة
“demi
hidupku alloh tidak akan menyempurnakan ibadah haji orang yang tidak sa’i
antara shofa dan marwah”
Ø Para jumhur juga
berkata:”sesungguhnya sa’i itu beberapa lari yang diperintahkan disuatutempat
ditanah haram dan merupakan salah satu ritual ibadah haji dan umrah,maka ia
termasuk rukun keduanya sebagaimana thowaf dibaitullah.
Dalil
golongan kedua
Abu
hanifah dan ats-tsauri berpendapat bahwasanya sa’i itu wajib,dan bukan salah
satu rukun haji dan umrah. Hal ini dilandasi dengan dalil-dalil sebagai
berikut:
Firman allah SWT:
فمن حجّ البيت اُو اعتمر فلا جناح عليه ان
يطّوّف بهما
“Maka
barang siapa berhaji dan berumrah,maka tidaklah berdosabersa’i antara keduanya”
Ayat
diatasmenunjukkan arti bahwasanya sa’i itu hukumnya boleh,sedangkan segala
sesuatu yang hanya dihukumi boleh itu tentu bukan rukun. Tetapi fi’liyah nabi
SAW menjadikannya wajib,maka ini sama halnya dengan wukuf di
muzdalifah,melempar jumrah dan thowaf ifadah yang cukup membayar dam (denda) bagi
yang meninggalkannya.
Ø Hadits yang
diriwatkan oleh الشعبي dari urwah bin
mudhoris at-tho’i,ia berkata:
اُتيت
رسول الله صلي الله عليه وسلم.بالمزدلفة فقلت: يا رسول الله, جئت من جبل طئ, ما
تركت جبلا الاّوقفت عليه, فهل لي من حج ؟ فقال عليه السّلام : من صلي معنا هذه
الصّلاة ووقف معنا هذاالوقوف. وقداُدرك عرفة قبل ليلا او نهارافقدتمّ حجّه وقضى
تفثه
“Aku
pernah menghadap rasulullah SAW dimuzdalifah kemudian aku bertanya:”Ya
rasulullah SAW aku datang dari gunung tho’i,tidak aku lewati sebuah gunungpun
kecuali aku harus berwukuf diatasnya. Apakah aku telah berhaji?, kemudian
rasulullah SAW menjawab: barang siapa sholat bersamaku,wukuf bersamaku ditempat
ini dan ia telah benar-benar sampai diarofah sebelumnya,diwaktu pagi/siang.
Maka benar-benar telah sempurna hajinya dan ia boleh menghilangkan kotorannya.”
Segi pengambilan hadits ini ada 2 :
v Pertama:
Pemberitahuan nabi SAW tentang kesempurnaan haji bukan tentang sa’i antara
shofa dan marwah.
v Kedua : jika
memang sa’i itu termasuk wajib dan rukun haji, maka tentunya akan diterangkan
tentang penanya itu,karena nabi SAW mengetahui bahwa penanya tidak mengetahui
tentang kedudukan hukumnya.
Dalil golongan ketiga
Golongan yang berpendapat bahwasanya
sa’i itu tathowwu’(sunnah) dan bukan
salah satu rukun haji. Ini didasarkan pada:
Ø Firman allah
ta’ala:
ومن
تطوّعخيرافإنّ الله شاكرعليم
“Dan
barang siapa berbuat tathowwu’(sunnah) maka sesungguhnya alloh maha mensyukuri
kebaikan lagi maha mengetahui”
Ayat
diatas menjelaskan bahwa sa’i itu tathowwu’(sunnah) dan bukan suatu kewajiban,
maka apabila ditinggalkan tidak akan menimbulkan suatu sanksi apapun. Hal ini
berdasarkan dhohirnya ayat.
Ø Hadits nabi SAW
:
الحجّ عرفة
“Haji
itu arofah”
Mereka
berkata : hadits ini menunjukkan bahwa orang yang telah melakukan wukuf
diarofah, telah dianggap sempurna hajinya dan hal ini mencakup kesempurnaan
dalam berbagai seginya, beberapa hal sudah tidak perlu lagi dikerjakan, tinggal
satu pekerjaan lagi yang perlu dikerjakan yaitu sa’i .
Tarjih
§ Pengarang
almughni ibnu qoddamah berkata bahwa pendapat kedualah yang dianggap paling
rajjih(kuat),hal ini dikarenakan dalil-dalil yang dikemukakan memang
menunjukkan wajib secara mutlak bukan hanya karena kedudukannya sebagai
penyempurna .
§ Sedangkan
as-shobuni berpendapat bahwa pendapat yang benar adalah pendapat para jumhur,
hal ini didasarkan pada fi’liyah nabi SAW serta sabda beliau :” ambillah dari
(sunnah)ku manasik hajimu”(HR. Ahmad,ashabus sunnah dan al hakim),sedangkan
mengikuti sunnah nabi itu hukumnya wajib, adapun ulama’ yang mengatakan bahwa
sa’i itu sunnah hal ini didasarkan pada kesimpulan – kesimpulan ayat yang tidak
kuat,sebagaimana yang telah diungkapkan at- thabbari ” Barang siapa berbuat
tathowwu’ dengan melaksanakan haji dan umrah sekali lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar