Minggu, 15 Desember 2013

MAFHUM WA MASHODAQ, TAQOBUL AL-ALFADZ, DAN NISBAT BAINA AL-KULLIYAINI



MAFHUM WA MASHODAQ, TAQOBUL AL-ALFADZ, DAN NISBAT BAINA AL-KULLIYAINI

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah :
Ilmu Manthiq
Dosen Pengampu :  
Ah. Haris Fahrudi, S.Fil.I, M.Th.I



 







Oleh :
Siti Muzasaroh





FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT KEISLAMAN ABDULLAH FAQIH (INKAFA)
SUCI  MANYAR GRESIK
2013




KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap di limpahkankepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Ilahi Rabbi, karena-Nya makalah yangberjudul mafhum wa mashodaq, taqobul al-alfadz, dan nisbat baina al-kulliyaini” dapat terselesaikan.
Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa lain dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang dapat berkaitan dengan materi yang ada dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kepada para pembaca, para pakar, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, meski penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna, dengan keterbatasan wawasan dan referensi, kami berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak, terkhusus bagi kami sendiri dan umumnya bagi semua pihak


Gresik, 30 Maret 2013

Pemakalah









DAFTAR ISI

Cover .............................................................................................................. ........ i
Kata Pengantar...................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................ iii

BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A.     Latar Belakang ..................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C.     Tujuan .................................................................................................. 1
D.     Manfaat ................................................................................................ 1

BAB II  : PEMBAHASAN ..................................................................................... 2
A.      Mafhum dan Mashodaq ....................................................................... 2
B.      Taqabul Alfadz .................................................................................... 3
C.     Nisbah Baina Kulliyaini ........................................................................ 4

BAB III : PENUTUP .............................................................................................. 7
A.    Kesimpulan........................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Telah diketahui bersama bahwa dalam ilmu manthiq, salah satu pembahasan yang harus diketahui dalam hubungannya dengan ilmu manthiq adalah adanya lafadz-lafadz kully yang memiliki munasabah (keterkaitan/pertalian hubungan) diantara satu dengan yang lain, baik dalam makna pada lafadz-lafadznya maupun antara lafadz satu dengan lafadz lainnya.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dapat  dirumuskan masalah  sebagai berikut:
a)      Apa yang dimaksud dengan mafhum dan mashadaq ?
b)      Apa yang dimaksud dengan taqabul alfadz ?
c)      Apa yang dimaksud dengan an-Nisbah bainal kulliyaini ?
C.     TUJUAN
Berlandaskan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini adalah mampu menambah wawasan mahasiswa mengenai mafhum dan mashadaq, taqabul alfadz, dan an-Nisbah bainal kulliyaini.
D.    MANFAAT
Sebagai wacana dalam rangka memperkaya hazanah ilmu pengetahuan dalam ilmu pelajaran balaghah




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Mafhum dan Mashodaq (Denotasi dan Konotasi)
Perlu diketahui bersama bahwa ketika membahas masalah lafadz kully, pasti akan ditemukan adanya dua dalalah (petunjuk/indikator) yang selalu menyertainya, yaitu:
1)      Dilalah Mafhum, yaitu menunjukkan adanya sesuatu konsep atau pengertian yang ada di dalam diri[1]. Dengan kata lain, mafhum dapat diartikan sebagai lafadz yang menunjukkan makna global (umum).
2)      Dilalah Mashodaq, yaitu menunjukkan kepada adanya sesuatu yang terkena atau dikenai konsep atau pengertian bertalian atau terkait/berkait. Atau lebih mudahnya adalah lafadz yang termasuk rincian atau bagian dari mafhum.
Contoh:
a)      Lafadz al-Insan (الإنسان)
Penjelasan :
Kata ini memberikan adanya dua dilalah, yaitu:
-          Pertama adalah al-Mafhum, yaitu konsep yang ada di dalam diri manusia, artinya dilalah untuk konsep atau pengertian diri manusia sendiri, yaitu bahwa al-insanu (الإنسان) adalah hayawanun nathiqun (حيون النٌاطق).
-          Kedua adalah al-Mashodaq, yaitu suatu benda yang ada di dalam realitas yang dikenai lafadz, artinya dilalah yang ditujukan kepada diri insan atau yang dikenai oleh lafadz insan, yaitu manusia-manusia yang jumlahnya sudah mencapai milyaran di permukaan bumi.
b)      Lafadz al-Nahr (air).
Penjelasan:
Kata ini memberikan dan mengandung adanya dua dilalah, yaitu:
-          Pertama adalah al-Mafhum, yaitu air yang mengalir di permukaan tanah, mulai dari hulunya yang berada di atas gunung sampai ke muaranya yang terletak di lautan luas.
-          Kedua adalah al-Mashadaq, yaitu setiap yang bernama sungai di permukaan bumi.
Dengan memperhatikan dua contoh di atas, dapat diambil pemahaman bahwa mafhum dari lafadz kully misalnya saja ikan (السمك), maka yang akan terlihat adalah mashdaqnya, yaitu semua jenis ikan, baik dilaut maupun di sungai. Akan tetapi jika konsep laut (البحر) ditambahkan pada lafadz ikan (السمك) menjadi ikan laut (البحر), maka mashdaqnya tertuju hanya pada ikan laut saja, sehingga ikan sungai tidak bisa tergabung di dalamnya.
Oleh sebab itu, semakin banyak lafadz kully ditambahkan pada mafhum (konsep), semakin sedikit mashdaqnya, misalnya menambahkan lagi konsep berwarna (الملوٌن) dalam mafhumnya, menjadi ikan laut berwarna (الملوٌن), sehingga mashdaqnya, hanya tertuju pada ikan laut yang berwarna saja, yang lainnya tidak. Sebaliknya semakin sedikit penambahan mafhum dalam lafadz kully, semakin banyak mashdaqnya, misalnya konsep ikan (السمك), tanpa ada penambahan sedikitpun dalam lafadz kully, maka mashdaqnya adalah semua jenis ikan, baik di laut maupun di sungai.
B.     Taqabul al-Alfadz (Perbandingan Antar Lafadz)
 Taqabul adalah  dua lafadz yang tidak bisa berkumpul dalam satu tempat dan satu waktu, misalnya: hadhir (حاضر) dan ghaib (غائب), hitam (اسود) dan putih  (ابيض) , anak dan ayah. Contoh lafadz-lafadz ini disebut mutaqabalah. Dua lafadz yang mutaqabalah ialah dua lafadz yang tidak berkumpul dalam satu tempat dan satu zaman.
Taqabul itu ada tiga bagian, yaitu:
1)      Taqabul naqidhaini (تقابل النقيضين) adalah perbandingan dua lafadz yang positif dan negatif yang tidak bisa berkumpul dalam satu tempat dan satu waktu secara bersamaan serta keduanya tidak bisa hilang secara bersamaan. Misalnya: Insan dan La Insana
2)      Taqabul dhiddaini (تقابل الضدٌين) adalah perbandingan dua lafadz yang tidak bisa berkumpul dalam satu tempat dan satu zaman secara bersamaan serta bisa hilang keduanya. Misalnya: Baju ini bukan warna hitam dan juga bukan warna putih tetapi warna merah.
Penjelasan:
Kedua lafadz yakni hitam dan putih ini tidak bisa berkumpul dalam satu waktu dan satu tempat secara bersamaan dan bisa hilang keduanya karena masih ada pilihan warna yang lain
3)      Taqabul mutadhayifayni (تقابل المتضايفين) adalah perbandingan dua lafadz yang tidak mungkin masuk akal salah satu dari keduanya tanpa yang lain, contoh: suami dan istri, guru dan murid. Dari contoh lafadz-lafadz ini dapat diketahui bahwa dua lafadz tersebut, salah satu dari keduanya tidak bisa berpisah dari yang lain
C.     Relasi Antara Dua Lafadz Kully.
Dari penjelasan berbagai macam bentuk lafadz-lafadz yang antara satu dengan yang lain memiliki keserasian dalam arti, jika dalam kenyataan terdapat dua lafadz kully yang memerlukan adanya perbandingan maka, yang terlihat adalah lima corak perbandingan, yaitu:
1)      Taraduf, yaitu membandingkan dua lafadz kully yang keadaan mafhum dan mashdaqnya sama[2].
Hal ini dapat dianalogikan dengan dua lingkaran yang satu diletakkan persis diatas yang lain dalam keadaan sama persis secara sempurna[3].
 Contoh: kata Nar (النار) dan sya’ir (السعير) yaitu neraka,
 kata pensil dan potlot adalah alat untuk menulis
2)      Tasawiy yaitu, memperbandingkan dua lafadz kully yang mashdaqnya sama tapi mafhumnya berbeda[4].
Hal ini dapat dianalogikan dengan dua lingkaran, yang satu diletakkan persis diatas yang lain dalam keadan hampir sama[5].
Contoh: kata sekolah dan gedung tempat anak-anak didik
Penjelasan:
Mafhum dari ungkapan ini berbeda, yaitu:
-          Kata sekolah, mafhumnya adalah tempat belajar
-          Kata gedung tempat anak didik, mafhumnya adalah sarana belajar
Mashdaqnya sama, yaitu al-Insan atau manusia.
3)      Tabayyun yaitu, memperbandingkan dua lafadz kully yang keadaan mafhum dan mashdaqanya berbeda. Perbandingan yang seperti ini yang paling banyak[6].
Hal ini dapat dianalogikan dengan dua lingkaran yang terpisah satu dari yang lain[7].
Contoh: Kata Manusia dan pohon
Kata gunung dan laut
Penjelasan:
Sebab semua wilayah dua lafadz kully tersebut berbeda-beda. Karena itulah, tidak ada satupun manusia yang pohon, dan tidak ada satupun pohon yang manusia, karena pohon sama sekali tidak mencakup wilayah manusia, dan sebaliknya. Dan begitu juga gunung dan laut.
4)      Umum-Khusus Muthlak yaitu, membandingkan dua lafadz kully yang sescara mutlak keadaan lafadz yang satu lebih umum dari yang lainnya[8].
Hal ini dapat dianalogikan dengan dua lingkaran yang satu lebih besar dan mencakup keseluruhan yang lebih kecil[9].
Contoh: kata manusia dan hewan.
Penjelasan; seluruh manusia adalah hewan, dan tidak semua hewan itu manusia, akan tetapi sebagian hewan itu manusia.
5)      Umum-Khusus Min Wajhin yaitu memperbandingkan dua lafadz kully yang jika di lihat dari satu sisi, kully yang pertama lebih umum dari kully yang kedua, akan tetapi dari sisi lain kully yang kedua lebih umum daripada kulli yang pertama, maksudnya adalah dua lafadz kully yang masing-masing dari keduanya dapat diterapkan pada afrad kully yang lain, kondisi kully yang pertama dapat diterapkan padanya kully yang afrad, dimana kully kedua tidak dapat diterpkan padanya. Begitu juga sebaliknya, sehingga satu sama lain mempunyai sebagian wilayah yang berbeda[10].
Hal ini dapat dianalogikan dengan dua lingkaran yang keadaannya saling memotong lingkaran yang lain[11].
Contoh: Kata bunga dan merah
Penjelasan:
Dua lafadz ini, dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu:
-  sisi pertama, kata bunga lebih umum, mengingat bunga itu ada yang tidak merah, tetapi juga ada yang putih dan kuning.
-  Sisi kedua, kata merah lebih umum dari bunga, karena yang merah itu, tidak hanya bunga, tetapi bisa juga pada baju, topi, kain, dan sebagainya.















BAB III
PENUTUP
1.1    Kesimpulan
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan  sebagai berikut :
a.)    Dalam membahas lafadz kully, pasti akan ditemukan adanya dua dalalah (petunjuk/indikator) yang selalu menyertainya, yaitu: Dilalah Mafhum, Dilalah Mashodaq,
b.)     Taqabul adalah  dua lafadz yang tidak bisa berkumpul dalam satu tempat dan satu waktu. Taqabul itu ada tiga bagian, yaitu: Taqabul naqidhaini (تقابل النقيضين) , Taqabul dhiddaini (تقابل الضدٌين) , Taqabul mutadhayifayni (تقابل المتضايفين)
c.)     Relasi Antara Dua Lafadz Kully.
jika dalam kenyataan terdapat dua lafadz kully yang memerlukan adanya perbandingan maka, yang terlihat adalah lima corak perbandingan, yaitu: Taraduf, Tasawiy , Tabayyun, Umum-Khusus Muthlak, Umum-Khusus Min Wajhin .













DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimiy, Muhammad Ma’shum Zaini, Zubdatul Manthiqiyah, Jombang, Maktabah Al-Syarifah Al-khodijah, 2008.
Al-ibrahimi, Muhammad Nur, Ilmu Manthiq, Surabaya, Maktabah Sa’dibni Nasir Nabhan. 



[1] Muthohhari, al- Durus al- Manthiqi, Kairo, Madrasah al- Islamiyah al- Mishriyah, 1986, h. 31
[2] Ibnu Sa’id, Hasyiyah al-athor ‘ala Syarkh al- Khobisyiy, h. 82
[3] Muthohhariy, Durus al- Manthiqi, Kairo, Madrasah al- Islamiyah al- Mishriyah, 1986, h. 36
[4]  Ibnu Sa’id, Hasyiyah al-athor ‘ala Syarkh al- Khobisyiy, h.82-83
[5]  Muthohhariy, Durus al- Manthiqi, Kairo, Madrasah al- Islamiyah al- Mishriyah, 1986, h. 35
[6] Ibnu Sa’id, Hasyiyah al-athor ‘ala Syarkh al- Khobisyiy, h.86
[7] Muthohhariy, Durus al- Manthiqi, Kairo, Madrasah al- Islamiyah al- Mishriyah, 1986, h. 37
[8] Ibnu Sa’id, Hasyiyah al-athor ‘ala Syarkh al- Khobisyiy, h. 38
[9] Muthohhariy, Durus al- Manthiqi, Kairo, Madrasah al- Islamiyah al- Mishriyah, 1986, h. 38
[10] Ibnu Sa’id, Hasyiyah al-athor ‘ala Syarkh al- Khobisyiy, h. 88
[11] Muthohhariy, Durus al- Manthiqi, Kairo, Madrasah al- Islamiyah al- Mishriyah, 1986

2 komentar:

  1. admin. sayaucapkan terima kasih. dengan blog ini saya yang sedang belajar mata kuliah mantiq merasa sangat terbatu dengan blog ini. semoga blog ini menjadi berkah

    BalasHapus
  2. ya sama sama :)
    sama sama belajar

    BalasHapus