Minggu, 15 Desember 2013

Pengertian, Macam, Sarana-sarana Yang di Gunakan Dalam Qashr



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  LATAR BELAKANG MASALAH
Ilmu balaghah sebagai salah satu cabang ilmu dalam bahasa Arab pun mengalami fase kemunculan, perkembangan, dan seterusnya. Ilmu balaghah ini memiliki tiga cabang, yaitu ilmu ma’ani, bayan, dan badi’, tidaklah ada dari awal dalam sistematika seperti yang kita kenal sekarang ini .Ilmu Ma’ani merupakan cabang ilmu dalam balaghah, yang mana salah satu kajiannya yakni membahas tentang Qashr.
1.2.   RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dapat  dirumuskan masalah  sebagai berikut:
a)      Apa Pengertian Qashr ?
b)      Berapa Banyak Macam Qashr ?
c)      Apa Sarana-sarana Yang di Gunakan Dalam Qashr ?

1.3.  TUJUAN
Berlandaskan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam makalah ini adalah mampu menambah wawasan mahasiswa mengenai pengertian, macam-macam, serta banyaknya adat qashr.
1.4.  MANFAAT
Sebagai wacana dalam rangka memperkaya hazanah ilmu pengetahuan dalam ilmu pelajaran balaghah








BAB II
PEMBAHASAN

2.1     PENGERTIAN QASHR
Qashr secara leksikal bermakna ‘penjara’, sedangkan secara  istilah qashr  adalah pengkhususan suatu perkara pada perkara lain dengan cara yang khusus.
Qashar memiliki empat unsur, yaitu:
1)      maqshur (berbentuk sifat atau maushuf)
2)      maqshur alaih (berbentuk sifat atau maushuf)
3)       maqshur anhu yaitu sesuatu yang berada di luar yang dikecualikan
4)      adat qashr.
Contoh:
Laa yafuuzu illa al-mujiddu.
Dari contoh diatas dapat diketahui sebagai berikut:
·         Yafuuzu = maqshur
·         Al-mujiddu = maqshur alaih
·         Selain al-mujiddu = maqshur anhu La
·         Dan illa = adat qashr
Contoh qashr :
a)      Tidak akan beruntung kecuali orang yang bersungguh sungguh.
b)      Hidup itu hanyalah kepayahan.
c)      Bumi itu bergerak bukan diam.
Dari contoh diatas, dapat diketahui bahwasanya masing-masing contoh mengandung pengkhususan suatu perkara pada perkara lainnya. Pada contoh pertama terdapat pengkhususan keberuntungan bagi orang yang bersungguh-sungguh,dengan arti bahwa keberuntungan itu hanya akan diraih oleh orang yang bersungguh-sungguh bukan yang lainnya(tidak bersungguh-sunnguh). Pada contoh kedua terdapat penghususan hidup dan kepayahan, dengan arti bahwa hidup itu memang dipersiapkan untuk kepayahan bukan untuk bersantai ria. Demikian pula pada contoh-contoh lainnya. 


2.2     PEMBAGIAN QASHR 
Qashr memiliki 2 tharaf, yaitu:
1.      Maqshur dan
2.      Maqshur alaih.
            Dilihat dari dua unsur utamanya (maqshur dan maqshur alaih) , qashr terbagi menjadi 2, yaitu :
1.      Qashr shifat ala maushuf  (sifat dikhususkan hanya untuk maushuf).
, dan
2.      Qashr maushuf ala shifat (maushuf hanya dikhususkan untuk sifat).
Contoh:
a)      Tidak akan beruntung kecuali orang yang bersungguh sungguh.
b)      Hidup itu hanyalah kepayahan.
c)      Bumi itu bergerak bukan diam.
Perhatikan contoh-contoh di atas, bahwa pembicara kalimat pertama mengkhususkan keberuntungan adalah maqshur, dan orang yang bersungguh-sungguh disebut sebagai maqshur’alaih .kedua komponen ini disebut sebagai tharaf qashr.karena keberuntungan itu adalah salah satu sifat,dan orang yang bersungguh-sungguh itu adalah salah satu maushuf,maka qashr dalam contoh ini disebut qashr sifat ‘ala maushuf, dengan arti bahwa sifat tersebut tidak merembet dari satu maushuf kepada maushuf yang lain.
 Pada contoh kedua kita dapatkan bahwa hidup menjadi maqshur dan paayah menjadi maqshur’alaih. Karena hidup itu adalah maushuf dan payah itu adalah sifat,maka qashr pada contoh ini disebut sebagai qashr maushuf ’ala shifat, dangan arti bahwa maushuf tidak dapat dipisah dari sifat (payah menuju santai). Bila kita perhatikan seluruh qashr,baik yang disebut diatas maupun yang tidak tersebut disini,maka akan kita dapatkan bahwa setiap qashr mengandung maqshur dan maqshur’alaih
Sedangkan berdasarkan hakikat dan kenyataannya Qashr terbagi menjadi 2, yaitu:
1.      Qashr hakiki, dan
2.      Qashr idhafi.
Qashr hakiki adalah dikhususkannya maqshur pada maqshur  ‘alaih berdasarkan hakikat dan kenyataan,yaitu sama sekali maqshur, tidak lepas dari maqshur ‘alaih kepada yang lain atau lebih mudahnya ialah apabila antara makna dan esensi dari pernyataan tersebut  menggambarkan sesuatu yang sebenarnya. Pernyataan tersebut  bersifat universal, tidak bersifat kontekstual, dan diperkirakan tidak ada pernyataan yang membantah atau pengecualian lagi setelah pernyataan tersebut  dan qashr hakiki ini hampir seluruhnya merupakan qashr sifat ala mushuf.
Contoh: laa ilaaha illa allah
Qashr idhafi adalah dikhususkannya maqshur pada maqshur ‘alaih dengan disandarkannya kepada sesuatu yang tertentu, dengan kata lain qashr idhafi adalah ungkapan qashr bersifat nisbi. Pengkhususan maqshur alaih pada ungkapan qashr ini hanya terbatas pada maqshurnya, tidak pada selainnya .
Contoh: wamaa muhammadun illa rasul qad khalat min qablihir rusul.
Qashr idhafi berdasarkan keadaan mukatabnya dibagi menjadi 3, yaitu:
1.      Qashr ifrod 
2.      Qashr qalab
3.      Qashr ta’yin
Contoh: yang pemberni itu ali bukan hasan,
 Dari contoh diatas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tergolong qashr ifrod ialah apabila mukatab berkeyakinan bahwa kedua orang tersebut adalah pemberani .
Tergolong qashr qalab ialah apabila mukatab berkeyakinan yang bertentangan dengan kenyataannya.
Tergolong qashr ta’yin adalah apabila mukatab bimbang dan tidak mampu menentukan keyakinannya.
Contoh:
a)      Tidak ada sungai yang menyegarkan mesir selain Nil.
b)      Pemberi rizki hanyalah Allah.
c)      Tidak ada orang yang dermawan kecuali Ali.
d)     Hasan hanyalah seorang pemberani.
Bila kita perhatikan dua contoh pertama ( (a), (b) ) kita dapat menyimpulkan bahwa qashrnya termasuk qashr shifat ala maushuf. Bila kita perhatikan lebih jauh, maka kita akan melihat bahwa shifat yang menjadi maqshur pada kedua contoh tersebut tidak dapat terpisah dari maushufnya secara mutlak. Kesegaran tanah mesir pada contoh pertama adalah sifat yang tidak dapat lepas dari fungsi sungai Nil dan bukan fungsi sungai yang lain. Pada contoh kedua, Rizeki tidak lepas dari kemurahan Allah dan bukan kemurahan selain Allah. Qashr pada kedua contoh pertama diatas disebut sebagai Qashr hakiki. Dan demikian pula dengan contoh-contoh qashr yang lain yang mana maqshurnya hanya tertentu (khusus) bagi maqshur alaih menurut hakikat dan kenyataannya.
Dan pada dua contoh terakhir, yakni contoh pertama (c) qashr shifat ala maushuf, sedangkan contoh kedua (d) merupakan qashr maushuf ala shifat. Bila kita perhatikan lebih jauh, kita dapat melihat bahwa maqshur pada kedua contoh tersebut adalah tertentu (khusus) bagi maqshur alaih apabila disandarkan pada suatu hal tertentu dan tidak disandarkan pada hal-hal lain, karena pembicara pada contoh pertama (c) bermaksud mengkhususkan sifat dermawan kepada Ali bila dinisbatkan kepada orang-orang tertentu, seperti Khalid misalnya, dan pembicara itu tidak bermaksud untuk menafikan orang yang dermawan selain Ali karena kenyataannya memang demikian. Demikian pula dengan contoh terakhir (d). Oleh karena itu, qashr pada kedua contoh terakhir disebut sebagai qashr idhafi.          
2.3    SARANA –SARANA QASHR
Teknik penyusunan qashr ada 3, yaitu:
a)      Menggunakan kata-kata yang secara langsung menggambarkan pengkhususan (menggunakan kata qashr dan khushush), 
b)      Menggunakan dalil di luar teks, seperti pertimbangan akal, perasaan indrawi, pengalaman, atau berdasarkan prediksi yang didukung oleh indikator-indikator tertentu,  kata penjelas,dan
c)      Adat qashr seperti dhomir fashl, nafyi, istisna’, innamaa dan maqshur alaihnya, athaf terhadap laa, bal, ataupun laakin.
Sarana-sarana qashr yang mashur itu ada 4, yaitu:
1)      Nafyi dan istisna’ ,
 Dan maqshur ‘alaihnya terdapat setelah huruf istisna’.
Contoh: . ما شوقي إلا شاعر وما شوقي إلا شاعر.
2)      Innamaa ,
Dan maqshur alaihnya adalah lafadz yang wajib disebut terakhir.
Contoh: (إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاؤُا (الفاطر: 28
3)      Athof dengan laa, bal, atau lakin.
Contoh:
عمر الفتى ذكره لا طول مدته * وموته حزيه لا يومه الداني


Bila athof memakai huruf laa, maka maqshur alaihnya adalah lafdz yang bertolak belakang dengan lafadz yng jatuh setelah laa, dan bila thofnya dengan bal atau laakin, maka maqshur alaihnya adalah lafadz yang jatuh setelahnya dengan kata lain laa bermakna mengeluarkan ma’ thuf dari hukum yg berlaku untuk ma’thuf alaih. Posisi maqshur dan maqshur alaih sebelum huruf athaf “laa”. Penggunaan laa untuk menqashar harus memenuhi syarat:
a.       Ma’thufnya mufrad bukan jumlah, .
b.      Didahului oleh ungkapan ijab, amar, atau nida’.
c.       Ungkapan sebelumnya tidak membenarkan ungkapan sesudahnya.
Kata “bal” = dalam qashr bermakna idhrab (mencabut hukum dari yang pertama dan menetapkan kepada yang kedua). Posisi maqshur alaih nya terletak setelah kata “bal”. Syarat-syarat:
·         Ma’thuf bersifat mufrad, bukan jumlah, .
·         Didahului oleh ungkapan ijab, amar, atau nida.
Kata “lakinna” menjadi adat qashar berfungsi sebagai istidrak. Kata ini sama fungsinya dengan “bal”.
4.)     Didahulukannya lafadz yang seharusnya diakhirkan. Disini maqshur alaihnya adalah lafadz yang didahulukan.
Contoh:
 (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (الفاتحة: 5













BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan  sebagai berikut :
a)      Qashr secara leksikal bermakna ‘penjara’, sedangkan secara  istilah qashr  adalah pengkhususan suatu perkara pada perkara lain dengan cara yang khusus.
b)      Qashar memiliki empat unsur, yaitu: maqshur (berbentuk sifat atau maushuf) , maqshur alaih (berbentuk sifat atau maushuf), maqshur anhu yaitu sesuatu yang berada di luar yang dikecualikan, adat qashr.
c)      Qashr memiliki 2 tharaf, yaitu: Maqshur dan Maqshur alaih.
d)     Dari dua unsur utamanya (maqshur dan maqshur alaih) , qashr terbagi menjadi 2, yaitu : Qashr shifat ala maushuf  (sifat dikhususkan hanya untuk maushuf) dan Qashr maushuf ala shifat (maushuf hanya dikhususkan untuk sifat).
e)      berdasarkan hakikat dan kenyataannya Qashr terbagi menjadi 2, yaitu: Qashr hakiki, dan Qashr idhafi.
f)       Qashr idhafi berdasarkan keadaan mukatabnya dibagi menjadi 3, yaitu: Qashr ifrod, Qashr qalab, Qashr ta’yin.
g)       Sarana-sarana qashr yang mashur itu ada 4, yaitu: Nafyi dan istisna’, Innamaa, Athof (dengan laa, bal, atau lakin), Didahulukannya lafadz yang seharusnya diakhirkan.











DAFTAR PUSTAKA

Al Jarim, Ali dan Amin Musthafa. 2011.Terjemahan Al-Baalaghatul Wadhihah.Bandung: Sinar Baru Algensindo.
http://luqmanmaniabgt.blogspot.com/2011/10/makalah-balaghah.html3. Al-Qashr (rhetorical restriction)
http://rexpozforum.blogspot.com/2010/08/al-balaghah-ilmu-maani.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar